Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pheromone bab 2

Akhirnya aku menikah! Akhirnya aku bisa memilih lelaki mana yang berhak menikah denganku. Bukan sekedar laki-laki yang begitu tertarik dengan pheromone milikku. Tapi juga dengan semua kelemahan yang ada di diriku. Aku tidak bisa masak. Tidak bisa mencuci pakaian kecuali di mesin cuci. Tidak bisa menyetrika. Tidak bisa mengurus rumah. Hal yang paling bisa aku lakukan adalah menikmati makanan lezat. Mengurus wajahku dan diriku sendiri. Hal ini sudah aku sampaikan padanya. Namun ia toh tidak keberatan mempunyai istri yang hanya bisa berkarir. ‘sayang, di mana bra ku yang bersih?’ tanyaku selesai mandi pagi ini. Bukankah seharusnya pertanyaan hampir mirip seperti itu ditanyakan suami pada istrinya? ‘yang, di mana celana dalamku?’ seharusnya begitu kan? Tapi inilah aku. Aku hanya bisa bertanya, tak mampu mencari. ‘sayang, khusus bra, diletakin si bibik di lemari yang paling tengah di kamar’ jawabnya. Ia malah lebih hapal peletakan isi lemari daripada aku. Terkadang, aku gak segan-segan minta tolong padanya mengambilkan pakaian apa yang cocok kupakai hari ini lengkap dengan bra dan cd nya. Suamiku itu bangun lebih awal. Setelah ia selesai mandi, ia membangunkan aku. Saat aku mandi, ia menyiapkan segala perlengkapanku dan beranjak ke meja makan menungguku selesai pakaian. Mungkin semuanya serasa berbalik dengan rumah tangga yang lain. Aku juga gak ngerti. Lama-lama aku menyukai pheromoneku yang dulu aku benci. Satu lagi hal yang aneh yang tidak aku mengerti. Semua orang, tak terkecuali, bila aku mulai merayu minta tolong, tak ada yang sanggup menolaknya. Apapun! Perfect dengan pheromone yang aku miliki akhirnya aku senang sekali.. Oh ya, masih bingung dengan pheromone yang kumaksud? Klik aja di sini… Selesai sarapan kami pun beranjak pergi. Ia mengantarku ke kantor. Di jalan, aku berhenti di sebuah kios membeli pulsa. Di sampingku berdiri seorang anak laki-laki berseragam SMA. Mulai dari atas ke bawah ia memperhatikanku. Tersenyum padaku. Dalam hati aku berseru. ‘pheromone, teruslah bermain dengan semua laki-laki.. tapi bukan anak SMA yang masih ingusan..’ Aneh. Aku melihatnya, tersenyum padanya. Kemudian ia pun berkata ‘itu tadi nomer hape kamu? Nanti aku hubungi ya..’ Oh My God, pedenya nih anak kecil.. ‘Bukan, itu nomer suamiku. Telpon aja kalo gak keberatan. Tuh dia di sana..’ aku menunjuk ke arah suamiku. Aku tersenyum meninggalkan anak kecil yang masih bengong itu. ### Pulang kerja, aku menunggu suamiku di tempat makan dekat kantor. Aku duduk sendiri menunggu pesanan yang ingin aku santap malam ini. Di sudut meja, sebelah kanan, aku melirik ke arah laki-laki dengan kemeja krem. Ia pun duduk sendiri. Dari kejauhan ia tersenyum padaku. Sumpah.. aku gak ada senyum ke dia, hanya sedetik meliriknya. Akhirnya, ia menghampiriku. ‘boleh duduk di sini?’ tanyanya. ‘silahkan..’ jawabku sekenanya. ‘nunggu pesanan?’ tanyanya lagi. ‘mh…’ ‘boleh kenalan?’ bolak balik ia bertanya. ‘boleh, Jane..’ kataku memperkenalkan diri. ‘Ardi.. kamu baru pulang kerja?’ hhhh nanya mulu.. ‘yap, di situ..’ aku menunjuk ke arah kantor karena yakin pasti dia akan bertanya kerja di mana? ‘udah lama?’ oalah… bosan ah.. ‘lumayan, 3 tahun..’ Akhirnya makananku datang. ‘aku makan duluan ya…’ kataku kemudian. ‘silahkan..’ jawabnya. Gak lama kemudian makanan pesenan dia datang. Dan dia pun mulai menanyakan alamatku, no hp, sampe udah punya pacar apa belum. Karena ia menanyakan pacar, dengan enteng aku jawab belum punya. Selesai makan, aku ingin cepat-cepat beranjak membayar makananku karena suamiku sudah hampir datang. Saat aku memanggil pelayan, dia pun buru-buru menahanku. ‘gak usah, biar aku aja yang bayar’ katanya. ‘oh, thanx ya,,’ kataku tanpa basa-basi menolak. Handphone ku bergetar, suamiku menelpon dan aku menjawab. ‘iya, nih di depan..’ Kemudian aku permisi pada Ardi. ‘makasih ya, suamiku udah jemput..’ Ia hanya mengangguk dan masih melongo ke arahku. Entah bagaimana menghentikan pheromone nakal ku ini. Setiap saat aku bosan mengingatkan laki-laki lain bahwa aku sudah punya pacar, dulu.. dan sekarang sudah punya suami. Maka kubiarkan saja laki-laki yang ingin berbuat baik padaku. Untungnya suamiku sudah sangat sering mendengar cerita tentang laki-laki yang suka berbuat baik padaku. Namun aku tidak pernah bercerita tentang pheromone ini. Ia suka beranggapan hal ini terjadi karena aku sangat ramah pada orang lain. Dan dia sungguh tidak pernah cemburu. Di perjalanan pulang, aku menceritakan ini padanya. Ia tertawa saja mendengar ceritaku. ‘kenapa gak sekalian aja kamu minta bayarin untuk di bawa pulang?’ tanyanya sambil tertawa. ‘ah, kamu jahat ih.. aku kan gak tau dia mau bayarin.. kalo tau, aku pasti makan banyak-banyak.. hahahaha’ aku menimpali. ‘ihh, ngarep kamu ya..’ dia masih tertawa. Akhirnya kami pun sampai di rumah. Suasana rumah ini begitu tenang, hanya ada bibik sendiri bila kami berangkat kerja. Biasanya, jam segini si bibik udah bobok. Jadilah rumah ini semakin sunyi. Aku beranjak ke kamar mandi. Handphone suamiku berbunyi. Ia menjawabnya, cukup lama bercerita hingga aku selesai mandi. ‘siapa yang?’ tanyaku begitu ia mematikan handphonenya. ‘ooh, sepupu.. udah lama dia gak pulang ke sini. Pas kita nikah, dia masih kerja di luar kota.. makanya, dia pengen banget ketemu kamu.. penasaran katanya..’ ‘ooh, emang kapan dia mau dateng?’ ‘besok malam, pas kita pulang kerja dia mau main ke sini..’ ‘mh..’ aku hanya bergumam. ### Pagi ini seperti biasa, aku selesai mandi sementara suamiku menunggui di meja makan. Begitu selesai kami pun berangkat. Si bibik pun kembali ditinggal sendiri. Di perjalanan ke kantor, kami berhenti di toko roti kesukaan suamiku. Membeli beberapa kue untuk sepupunya yang akan datang nanti malam. Sebenarnya bisa saja membeli kue setelah pulang kerja, namun ia takut roti kesukaannya kehabisan. Penjaga toko masih sibuk, di sebelahku berdiri seorang laki-laki paruh baya berpakaian sangat rapi. Keliahatan sih, pasti jabatannya lumayan di kantor. Ia tersenyum simpul padaku. Pheromone, gak lucu kalo Bapak ini sasarannya! ‘beli roti?’ tanyanya. Ya iyalah pak, masak beli broti. ‘mh..’ aku cuma mengangguk. ‘mau pergi kuliah?’ ‘kerja’ ralatku. ‘di mana? Biar sekalian..’ dasar genit. Kataku dalam hati. ‘ooh makasih Pak, saya diantar suami..’ sengaja aku memanggilnya Bapak, biar tau rasa. Inget umur donk.. Ia terkejut dan sedikit kecewa dipanggil Bapak. Aku tertawa dalam hati. Kemudian menghampiri suamiku yang tengah berada di kasir. ### Waktu tidak terasa, suamiku kembali menjemput di depan kantor. Kali ini cepat-cepat karena sepupunya sudah tiba di rumah kami. Untungnya si bibik belum tidur saat dia datang. Sepanjang perjalanan dia menceritakan sepupunya itu. Mulai dari cerita yang lucu sampe cerita gimana mereka sempat terpisah beberapa tahun karena orang tua yang pindah kerja. Akhirnya kami pun tiba di rumah. Tampak sebuah mobil parkir di taman rumah. Suamiku membukakan pintu mobil untukku. Kemudian mengangkut kue dan roti yang dibelinya tadi pagi. Kami masuk ke rumah, tampak seseorang yang sedang duduk sendiri di sofa ruang tamu. Suamiku tampak bergembira. ‘Di.. sudah lama?’ sapa suamiku. Yang dipanggil langsung berdiri. Aku melihatnya sekilas, hingga akhirnya dengan jelas aku benar-benar melihat wajahnya. ‘Bang…’ sapa orang tersebut. ‘Di, ini istriku Jane, Jane ini sepupuku Ardi…’ suamiku memperkenalkan orang tersebut. Oh My Gosh! Pheromoneku salah orang!
blogger parenting
blogger parenting Emak anak 5. belajar terus jadi istri dan emak yang baik..

Posting Komentar untuk "Pheromone bab 2"