"Adek pusing, mual.. kayaknya asam lambung naik nih.. beli obat lah yank..." kataku pada suami.
"Adek kan masih menyusui, apa ada obat asam lambung yang aman?" Tanyanya kembali.
"Udah, tanya aja apoteker" jawabku sembari menyusui bayi sepuluh bulanku yang tak lain adalah anak ke empat.
Kemudian suami keluar rumah membeli apa yang aku pesan. Sambil menunggunya sempat tertidur sekitar 5 menit. Saat itu masih pagi, anak-anak baru saja diantar suami ke sekolah.
"Dek.. ini coba dulu" katanya menyerahkan satu kemas alat uji kehamilan.
"Kan adek bilang obat asam lambung. Kok testpack?" Kataku marah sambil melotot.
"Dicoba aja dulu.. Abang belum ketemu obat yang aman.."
"Iiih adek kan masih menyusui, lagi pun belum pernah haid semenjak nifas. Mana lah mungkin hamil.." kataku lagi.
Akhirnya aku ke kamar mandi setelah berulang suami menyuruh mencoba. Aneh betul, pikirku. Aku kan belum mengalami satu periode menstruasi pun semenjak melahirkan si anak nomer empat. Mana mungkin aku hamil.
Keluar dari kamar mandi, wajahku kesal. Merah karena marah. Kenapa bisa dua garis yang tertera di benda kecil itu. Suami yang belum tau apa hasil yang terdapat pada alat uji kehamilan tersebut semakin bingung dengan sikapku. Apalagi saat aku menatap tajam padanya.
"Kenapa?" Tanyanya.
"Semua gara-gara Abang.. kan adek bilang beli obat asam lambung, kenapa Abang beli testpack?"
"Hasilnya apa?" Tanyanya kembali.
"Pokoknya adek gak mau hamil!"
"Astaghfirullah.. istighfar Dek.."
Aku berlalu ke kamar menangis. Kenapa aku hamil? Kok bisa hamil? Masih sambil sesenggukan melihat si bayi nomer empat masih tertidur. Bayangkan, punya anak empat saja jauh dari rencanaku. Kini aku harus mengandung anak kelima? Sungguh berat sekali kenyataan ini. Ditambah saat itu kondisi keuangan kami sedang tidak stabil. Anakku yang lain pun masih terhitung kecil-kecil.
Ternyata baru aku sadari, pemahamanku selama ini termasuk mitos yang berkembang di masyarakat. Dikatakan bila masih aktif menyusui maka akan terjadi KB alami yang bisa membuat ibu menyusui tidak akan hamil. Apalagi bila ibu tersebut belum mendapatkan siklus menstruasi sejak nifas.
Memang mitos ini bisa jadi fakta asalkan terpenuhi 3 syarat yang ternyata aku tak ketahui. Menyusui sebagai KB alami disebut juga metode amenorrhoe laktasi atau lactation amenorrhoe method. Apa sih syarat agar menyusui bisa jadi KB alami?
1. Ibu belum mendapat siklus menstruasi sejak melahirkan.
Yang ini memang sudah terpenuhi. Hingga sadar bahwa telah hamil, aku juga belum pernah menstruasi.
2. Hanya efektif di usia bayi 0-6 bulan.
Hikssss.. ini nih yang ter-skip dari pengetahuan Emak. Selama ini aku cuma termakan mitos "asal tak menstruasi berarti tidak hamil".
3. Jeda bayi menyusui tidak lebih dari 4 jam.
Karena umur anak ke empat sudah lebih dari 6 bulan, otomatis sudah mulai MPASI. Terkadang saat tidur malam, pernah sesekali terjeda menyusui hingga 5 jam.
Misalnya, saat mau tidur jam 8 malam, terakhir menyusui di jam 8 malam. Seharusnya sebelum jam 12 malam, setidaknya aku menyusui si kecil. Namun terlewat hingga ke jam satu dini hari. Nah.. celah ini nih yang bisa membuat metode amenorrhoe tak lagi efektif.
Apakah kemudian setelah menangis di kamar, aku terima kehamilan dengan ikhlas? Gak. Sempat terjadi yang namanya KTD. Alias Kehamilan Tidak Diinginkan.
Senada dengan data studi dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di 12 kota dari tahun 2000-2011 menunjukkan bahwa 73-83 persen wanita yang ingin aborsi adalah wanita menikah karena kegagalan kontrasepsi. Rasanya studi ini mewakili aku banget karena sejak kehamilan kedua hingga ke empat, semuanya dikarenakan kegagalan kontrasepsi. Meskipun pada kehamilan sebelumnya aku tidak pernah mengalami KTD.
Kemudian di suatu siang, ada sebuah chat dari seorang teman. Aku membatalkan janji untuk bertemu karena sedang mual. Di saat itulah ia memberikan selamat sembari berkata, "MasyaAllah..kamu bener-bener banyak diberi berkah oleh Allah.. aku yang ingin punya anak kembali belum mendapat amanah itu.. sementara kamu sudah akan diberi lima.."
Deg! Saat membaca chat yang ia kirim berkelebat tentang banyaknya teman yang masih menunggu diberi momongan hingga bertahun lamanya. Bahkan adikku sendiri belum juga dikaruniai satu anak pun meski sudah hampir 8 tahun menikah. Bayangan kufur nikmat menghantui berganti menjadi sadar akan rezeki yang Allah telah titipkan.
Setelah sadar dengan kekhilafanku, akhirnya bisa menjalani kehamilan dengan nikmat. Anak-anak, mulai dari si sulung hingga nomer tiga yang saat itu berusia 8, 6 dan 5 tahun mulai mengerti membantu pekerjaan rumah. Bahkan di saat aku sedang kehabisan tenaga, anak lelakiku yang berumur 5 tahun itu sudah bisa memasak telur dadar untuk makan siangnya. Duh sungguh terharu.
Tidak ada kesulitan yang berarti saat kehamilan ke lima ini. Oh ya, aku masih saja tetap menyusui bayiku meski sedang hamil. Juga tidak ada kendala kecuali puting yang sering lecet. Bagi ibu yang menjalani breastfeeding while pregnant pasti tau banget rasa sakit dan perih saat si kecil menghisap payudara. Suami yang sering melihatku kesakitan saat menyusui sempat menyarankan agar aku menyapih saja si kecil. Namun aku tidak tega. Bayi mungil yang belum genap setahun itu membuatku merasa bersalah. Biarlah sakit kurasa, asalkan ia tetap nyaman meski ada calon bayi di rahimku. Aku juga tidak ingin ada sibling rivalry sejak dini. Karena nantinya anakku yang keempat akan genap setahun setengah saat memiliki adik. Tentu ia masih memiliki hak 6 bulan lagi menyusui. Sejak hamil aku pun bertekad akan melakukan tandem nursing saat adiknya lahir.
Akhirnya tiba lah sembilan bulan kehamilan. Aku tak ingin bertanya pada dokter saat memeriksakan kehamilan, apa jenis kelamin anak kami. Karena yang aku butuhkan hanya info berat badan janin dan letak bayi yang sudah sesuai.
Di hari-hari menunggu kelahiran aku sempat terpikir bagaimana bila si kecil lahir di rumah karena di trisemester akhir aku sering merasakan Brixton Hicks.
Saat itu Ramadhan ke 13. Aku masih berpuasa bagaimana selayaknya orang sehat yang normal. Masih juga menyusui anakku yang keempat. Sehari sebelumnya, kontraksi palsu sangat menyiksa. Namun tetap tidak memeriksakan ke bidan terdekat karena belum keluar tanda akan bersalin.
Menjelang Ashar, setelah menidurkan bayi aku beranjak akan bersiap shalat. Rasa sakit membuatku berhenti dan mengatur pernafasan. Anak lelaki yang baru terbangun melihatku meringis menahan sakit bertanya,
"Mama kenapa?"
"Bangunkan kak Cheryl ya.." pintaku padanya untuk membangunkan si sulung.
Keduanya kuberi perintah mencuci perlak besar yang lama tak terpakai. Kukatakan sebagai persiapan manatau beneran adiknya lahir tanpa mengeluarkan tanda apapun. Sementara aku masih mencoba memencet beberapa tombol pengisian token listrik. Anak-anak pun menjemur perlak. Seluruh nomer belum selesai diinput, perlak belum lagi kering, tiba-tiba rasa sakit diiringi mengejan tanpa sadar (spontan).
Kuberi aba-aba agar si sulung sigap meletakkan perlak di atas tempat tidur, sementara si anak nomer tiga tadi memanggil tetangga. Aku pun menelpon suami, mengabarkan akan melahirkan. Ia terkejut. Tetangga kuminta untuk memanggil bidan terdekat.
"Ma.. tidak mau minum dulu?" Tawar si sulung ketika aku hendak mengejan. Ya Allah lupa kalo aku masih berpuasa. Aku mengangguk. Sehabis minum, gelombang kontraksi datang dengan kuat, aku mengatur posisi melahirkan crawling karena tanpa bantuan. 1,2,3 Alhamdulillah bayi keluar.
"Ya Allah udah lahiran? Bude, tetangga masuk ke kamar jadi kebingungan karena suara bayi sudah terdengar.
"Aduh, bude bingung, apa yang harus dilakukan" katanya.
"Bude, tolong pegang bayinya ya.. biar saya balik badan. Mau inisiasi menyusui" pintaku.
Setelah itu beberapa tetangga kanan dan kiri membantu memasak air untuk persiapan bidan membersihkan aku dan bayi. Ada yang beberes rumahku, ada yang menyuapi si nomer 4 ketika baru terbangun.
Salah satu tetangga yang tau anakku berpuasa, mengajak buka puasa di luar bersama mereka mulai yang nomer 1 hingga nomer 3.
Setelah bidan datang dan menyelesaikan tugasnya, suami pun datang bersama kakak iparku.
Sore itu, sore paling kukenang di hidupku karena banyaknya tetangga yang peduli dan membantu.
Apa yang harus dilakukan saat terjadi KTD?
1. Cerita ke Orang yang Peduli
Tumpahkan semua keluh kesah kita ke orang terdekat yang memang peduli. Hindari berkeluh kesah di medsos karena akan mengundang banyak pro kontra. Ketika ada orang yang kontra kita akan semakin tertekan. Percayalah sesungguhnya kita hanya butuh mengeluarkan unek-unek yang ada di hati kita.
2. Tumbuhkan Rasa Syukur
Coba ingat-ingat siapa di sekeliling kita yang belum punya keturunan. Atau ingat-ingat lagi ketika ada teman yang curhat tentang perjuangannya mendapatkan momongan. InsyaAllah hal ini akan menumbuhkan rasa syukur kita.
3. Minta Bantuan Suami
Ketika terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, mintalah bantuan suami untuk membangun rasa kepercayaan diri kita bahwa kita mampu mengemban amanah ini.
Pasangan adalah orang yang paling berpengaruh terhadap mood yang kita punya. Maka tidak ada salahnya untuk mencari bantuan darinya.
4. Ingat Hal ini
Ingat hal ini: tidak ada ujian yang tidak sanggup kita emban. Karena Allah akan selalu memberikan kita ujian sesuai dengan kekuatan yang kita punya. Percayalah pada kekuatan diri kita yang sudah diamanahi atau dipercaya.
Nah, bila ingin tau lebih banyak tentang Kehamilan yang Tidak Diinginkan boleh baca di web The Asian Parent. Karena The Asian Parent adalah situs web parenting terpercaya. Banyak sekali artikel tentang parenting dan pengasuhan.