Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Tarbiyah di Rumah Kita

 

Review Tarbiyah di Rumah Kita

"Ih aktivis dakwah, tapi anaknya kok gitu?"

"Yaelaaaa emaknya hijab syar'i tapi anaknya baju terbuka"

"Bapaknya ustadz tapi anaknya kena narkoba"


Mungkin kalimat-kalimat di atas biasa kita dengar dari netizen tentang keluarga aktivis dakwah atau keluarga yang  dianggap agamis.

Gak boleh ada cela sedikitpun bila masyarakat melihat keluarga aktivis dakwah maupun keluarga ustadz atau keluarga agamis lainnya. Mereka lupa bahwa keshalihan atau ketakwaan mutlak prerogatif Allah SWT.

Beribu tahun lalu.. Betapa Nabi Nuh siang dan malam selalu berdakwah. Effort Nabi Nuh bukan sekedar dakwah biasa. Siang malam dalam ratusan tahun.

Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,

maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).

Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.

(Qur'an Surat Nuh ayat 5-7)

Bahkan anaknya ketika diseru oleh ayahnya untuk naik ke Bahtera Nuh di saat banjir melanda, dengan angkuhnya tetap berkata Aku akan naik ke atas bukit itu. 

Nabi Nuh loh itu.  Bukan sekedar aktivis dakwah. Sudah pasti anaknya mendapat tarbiyah. Tapi kenapa bisa lari dari takwa? Balik lagi. Prerogatif Allah yang membolak-balik hati agar berada dalam keimanan. Sinopsis Tarbiyah di Rumah Kita 

Selesai dengan pembukaan di atas kita kulik lebih dalam mengenai isi buku Tarbiyah di Rumah Kita. Buku berukuran B6 dengan tebal 202 halaman. 

Dimulai dengan kisah pengantar dari tim editor sebuah kisah penuh makna dari dilantiknya khalifah Al Manshur. Khalifah Abu Ja'far al-Mansur adalah khalifah kedua dari Dinasti Abbasiyah, yang memerintah dari tahun 754 hingga 775 Masehi.

Di hari pelantikannya tampak hadir Muqatil bin Sulaiman yakni salah seoorang ulama tafsir di zamannya.  Al Manshur meminta nasehat darinya. 

Muqatil berkata "Wahai Amirul Mukminin,  sesungguhnya Umar bin Abdul Aziz mempunyai 11 orang anak. Ketika beliau wafat, dia hanya meninggalkan harta sebanyak 18 Dinar. Sebanyak 5 Dinar digunakan untuk membeli kapan dan biaya perawatan dan pemakaman jenazah, 4 Dinar untuk membeli tanah kuburannya. Selebihnya dibagikan untuk 11 orang anaknya.

Sementara saya melihat Hisyam bin Abdul Malik juga mempunyai 11 orang anak. Ketika ia wafat, masing-masing anaknya mendapatkan warisan 1 juta Dinar. Demi Allah, wahai Amirul Mukminin aku menyaksikan pada hari yang sama salah seorang anak Umar bin Abdul Aziz menyedekahkan 100 ekor kuda untuk jihad di jalan Allah dan salah seorang anak Hisyam bin Abdul Malik meminta-minta sebagai pengemis di tengah pasar.

Ada yang pernah bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz menjelang hari-hari kematiannya. "Apa yang Anda tinggalkan untuk anak-anakmu wahai Umar?"

"Aku tinggalkan untuk mereka ketakwaan kepada Allah. Jika mereka salih maka Allah pasti akan menjadi pembela orang-orang salih. Namun jika mereka tidak demikian, aku tidak akan mewariskan untuk mereka harta yang membantu mereka bermaksiat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala"

Selain kisah sarat makna di bagian pengantar, di dalam juga ada satu kisah yang cukup membuat Emak tergugah betapa pentingnya tarbiyah di dalam rumah kita.  

Masih ingat kah cerita tentang sahabat Rasulullah yang selalu beribadah siang dan malam? Ia berpuasa sepanjang hari dan ibadah seperti shalat malam dan tajahud sepanjang malam. 

Dia adalah Abdullah bin Amru. Awalnya sang ayah yakni Amru bin Ash mencium gelagat bahwa anaknya, Abdullah membiarkan istrinya tak tersentuh. 

Bukan karena tak rupawan namun karena Abdullah begitu rajin beribadah hingga melupakan hak orang lain atasnya. Untuk menegurnya ia tak melakukannya sendiri namun melalui Rasulullah.  

Hal ini dikarenakan Amru begitu mengenal pribadi anaknya. Semata-mata hal ini karena proses tarbiyah yang dilakukannya sejak Abdullah kecil sebagaimana Rasulullah mentarbiyah para sahabat. 

Ini menyadarkan Emak bahwa proses tarbiyah di rumah bukan hanya untuk menanamkan keimanan saja, namun juga mengenal jiwa dan karakter anak kita.

Identitas Buku

Judul : Tarbiyah di Rumah Kita

Penulis: Cahyadi Takariawan, Dwi Budiyanto, Eko Novianto, dkk.

Editor: Sujono M. Syuhada 

Desain Sampul: Noor A Prabanistian

Tata Letak: Muh Wildanul Firdaus 

Cetakan: 1, Mei 2025

Penerbit: Ziqron Studio Sleman Jogjakarta 

Harga: ±80.000

Penutup

Sebagai orangtua sekaligus aktivis dakwah, ada semacam beban yang dipikul 2 kali apabila anak kita terlihat melenceng dari agama.

Jangan lupa, anak kita juga menanggung 2x beban yang sama. Mereka sejatinya sama dengan manusia lain. Ada proses yang sebaiknya tidak kita remehkan saat anak bejalan menuju ketakwaan. 

Bukan karena dia anak aktivis dakwah lalu prosesnya harus semulus dan selancar anak dai yang kita kagumi. Tak lantas menjadi pembandingan yang mengecilkan hati mereka sehingga bertambah jauh dari tarbiyah.

Buku ini recommended dibaca untuk mentarbiyah anak kita. Banyak pesan yang disampaikan bahwa salah satunya adalah menghargai proses tarbiyah setiap anak. Karena Rasulullah sendiri memberikan perlakuan berbeda kepada setiap sahabat tergantung dari karakter pribadi sahabat.



blogger parenting
blogger parenting Emak anak 5. belajar terus jadi istri dan emak yang baik..

Posting Komentar untuk "Review Tarbiyah di Rumah Kita"