Banjir Part 2
Pekan lalu Emak sempet ngomongin Banjir dan Longsor di Tapteng. Gak pake lama banjir juga melanda Kota Medan dan Sekitarnya.
Hujan terus menerus lebih dari 3 hari. Suasana hari guru sempat basah-basahan. Tapi Medan masih slow. Slow banget emang sama kayak Emak.
Sampai akhirnya, pipa pembuangan komplek yang biasa menuju sungai tiba-tiba mengalirkan air kembali ke komplek. Persis kejadian setahun lalu. Pas banget 27 November. Tahun lalu di tanggal segini juga sama kejadian tapi bukan karena hujan yang terlalu deras di sekitar komplek Emak tapi karena air di tanggul Sunggal melimpah mengalir ke sini.
Tahun lalu Bapak-bapak komplek bahu membahu menutup saluran parit dengan goni berisi pasir. Sisa air yang mengalir bisa dialirkan ke pembuangan luar komplek. Tapi tahun ini luar komplek airnya sangat tinggi.
Memang air gak masuk melalui pintu, tapi rumah Emak tetap kebagian air sungai dari rembesan dinding yang berbatasan dengan lahan kosong persis di belakang dinding rumah Emak.
Masih bersyukur gak harus mengungsi layaknya kondisi parah di Banjir Kota Medan seperti daerah Medan Johor, Medan Maimun, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan hingga Belawan.
Bahkan daerah Marelan putus sinyal hingga berhari-hari belum maksimal. Beberapa keluarga yang tinggal di sana tidak bisa dihubungi.
Susahnya bila banjir mengelilingi komplek adalah kami tidak bisa ke mana-mana. Mau belanja ke kedai (warung) terdekat harus jalan kaki mengarungi air banjir yang hampir sepinggang tingginya.
Sekali dua kali masih bisa bertemu telur. Sisanya kita makan mie instan karena warung pun kehabisan stok. Di sini baru terasa uang tidak bisa membeli segalanya Karena keterbatasan stok barang.
Tanggal 27 Hari Kamis berlanjut ke Jumat tanggal 28. Hujan masih saja turun meski gerimis tipis. Alhamdulillah air sudah lebih rendah tapi kondisi masih sama. Masih sulit untuk keluar mengakses jalan besar karena jalan besar yang biasa kami lalui masih dilanda banjir yang lumayan tinggi.
Selepas shalat. Jumat menuju sore barulah kami bisa keluar dan coba mengakses kakak ipar yang baru pulang mengungsi. Kondisi rumahnya banjir tinggi. Paling parah sepanjang zaman. Kami bawa pompa air untuk menguras rumahnya.
Sabtu dan Ahad kondisi sudah semakin mantap karena matahari cerah ceria. Sampai Selasa sore belum ada tanda langit muram.
Selasa Malam alias Malam Rabu hujan turun dengan derasnya. Listrik padam sebentar kemudian hidup kembali tapi setelah berjam-jam tidak ada tanda-tanda hujan akan reda.
Bahkan jam 2 pagi masih saja turun hujan dengan derasnya. Sementara Emak masih mengadon Pizzy (pizza mini) untuk jualan dan juga pesanan customer sambil berharap hujan segera reda karena di jam 12 malam lebih dikit sudah ada japri dari salah satu ibu-ibu di grup WA yang mengabarkan rumahnya kebanjiran kembali.
Menjelang subuh hujan mulai reda. Tapi semakin ramai yang memberitakan sudah mengungsi. Bahkan customer yang pesan Pizzy terpaksa membatalkan pesanannya karena kebanjiran.
Emak sekeluarga bahu membahu. Si sulung yang selalu membantu Emak mulai Emak bangunkan untuk mengolah adonan yang telah mengembang.
Si nomer 2 yang diliburkan kembali dari sekolah menemani kakaknya berjualan di depan komplek. Memang air di luar lumayan banjir tapi terus mengalir lancar ke parit.
Paksu membantu pasang banner dan mengantar anak-anak juga jualanan ke depan komplek. Anak-anak yang sekolah di seberang komplek memakai sandal ke sekolah termasuk anak Emak.
Terbayang orang-orang yang kebanjiran lagi betapa lelahnya. Baru saja beres rumah sudah banjir kembali. Di situ rasa syukur berkali-kali mengembang bahwa kondisi Emak sekeluarga jauh lebih baik.
Isu bencana 3 provinsi di Sumut, Sumbar dan Aceh belum reda juga. Ditambah berbagai analisa yang berkembang di medsos kenapa tak kunjung dijadikan bencana nasional. Emak tak larut dengan itu.
Emak larut dengan berbagai video banjir dan longsor yang lewat. Sesekali senyum dengan cueknya orang Medan dengan banjir. Bagi mereka banjir bukan bencana tapi saatnya bercanda. Gimana gak bercanda, malah buat konten seseruan main air banjir. Apakah cuma video sejenis itu yang ditonton Bapak BNPB makanya merasa korban banjir mah aman.
Sesekali Emak ikut deg-degan dengan video banyaknya korban di bawah lumpur, ada video penyelamatan korban yang lama sekali memeluk pohon di tengah banjir. Ada pula yang rumahnya penuh lumpur, ada suami yang mencari istrinya di bawah reruntuhan bshkkan video di Sumbar video seorang laki-laki yang sampai menyewa beko /excavator untuk mencari jenazah sang ibunda.
Banyak sekali video serupa yang Emak tonton dan membuat diri turut merasakan kesedihan mereka. Tapi kok bisa ada juga video seseorang yang merasa dendamnya karena Medan khususnya udah kebanjiran.
Sejauh ini kami bersyukur. banjir hari ini tak separah pekan lalu. Semoga besok matahari semakin cerah ceria. Alhamdulillah sudah mendengar suara kodok saat menulis ini.
Artinya apa?
Mudah-mudahan tidak ada lagi banjir besar karena kodok sudah berani memulai musim kawinnya. Kodok tak lagi bersembunyi seperti pekan lalu banjir sedang tinggi. InsyaAllah.
Sehat-sehat kita semua ya Mak.

Tulisan ini benar-benar membuka mata tentang bagaimana banjir bukan hanya persoalan air yang meluap, tetapi juga ketahanan mental, kesiapan, dan solidaritas antarwarga. Membaca pengalaman yang diceritakan dengan jujur membuat kita semakin memahami bahwa dampaknya tidak sederhana.
BalasHapusSemoga kejadian seperti ini tidak berulang, dan semoga ada perhatian lebih dari pihak terkait untuk solusi yang berkelanjutan. Tetap kuat dan semangat menjalani hari, karena setiap kejadian selalu membawa pelajaran berarti. 🙏💧
Semoga semuanya baik baik saja
BalasHapusSedih melihat rumah yg hilang (bahkan perkampungan yang raib terbawa arus) bagaimana nasib masyarakat nya. Sementara mau kasih bantuan susah karena akses jalan banyak terputus
Aceh, Sumut dan Sumbar berduka tapi itu juga suka kami
Selain doa, kami juga berikhtiar sekemampuan untuk bisa meringankan beban para korban
Teman anak mondok di Solok, yg rumahnya di Padang juga ada yg rusak dan hilang. Kasihan banget
Udah pasti di kampus 8 Aceh, lebih banyak lagi wali santri yang hatta benda rumah dan bahkan anggota keluarga bernasib buruk
Semoga mereka dikuatkan ya Allah...
Sedih banget ini bencana sudah seperti tsunami 20 tahunan lalu aja
Ya Allah Icha udah part 2 aja nulis topik aktual ya, banjir, apalagi terkait provinsi kita, Sumatra Utara. Kk belum lagi nih, sibuk ng offline terooss, wkwk. Insyaallah tetap mau menuliskanlah ttg banjir ini. Adek kk no 2 dan keluarganya Alhamdulillah telah ada komunikasi. Rupanya kemaren hpnya hanyut terbawa arus banjir, hiks.
BalasHapus