Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Stop Stigma dan Diskriminasi Kusta

 

Stop stigma dan diskriminasi kusta

Siang terik di sebuah persimpangan besar di kota Medan angkot yang Emak naiki berhenti tepat di saat lampu merah menyala. Di sebelah kiri jalan terdapat seseorang yang duduk di sebuah kursi dengan kertas kardus di depannya bertuliskan "mohon bantuan untuk penderita kusta".

Di dekatnya seorang anak menghampiri angkot yang Emak tumpangi menyodorkan sebuah plastik bekas bungkus permen sebagai isyarat meminta agar orang-orang memberikan uang. Tangannya yang kotor dan ada bekas luka membuat orang di sampingku refleks menutup mulut dan hidungnya. Seseorang yang lain ingin memberi namun mencampakkan uangnya lewat jendela karena jijik. Wajar, Orang-orang belum teredukasi dengan baik tentang penyakit kusta. 


Penyakit Kusta

Penyakit kusta adalah penyakit yang cukup lama eksis di dunia. Hal ini ditunjukkan dari kerangka tertua penderita kusta diperkirakan berasal dari 2000 SM.

Kerangka penderita kusta ini ditemukan di Balathal, India, dari penggalian pada kurun 1994-1997, tepatnya pada 40 km di timur laut Udaipur, negara bagian Rajasthan.

Berdasarkan riset Gwen Robbins dan kawan-kawan, uji karbon atas temuan meyakini bahwa usia kerangka itu setidaknya 4.000 tahun.

Namun, uji genetika memperkirakan penyakit kusta atau lepra ini sudah diderita manusia sejak 100.000 tahun yang lalu. Sebarannya pun tak terbatas di benua atau ras tertentu.

Stop Stigma dan Diskriminasi Kusta

Kenapa masih banyak stigma dan diskriminasi terhadap OYPMK (Orang yang Pernah Menyandang Kusta)? Salah satunya karena ketidaktahuan dan kurangnya informasi mengenai penyakit kusta. 

Penularan Kusta

Penyakit kusta tidak mudah menular. Penyakit ini tidak menular dengan cara kontak langsung biasa, seperti ketika kamu berjabat tangan, menduduki tempat yang sebelumnya pernah diduduki pengidap, atau memeluk pasien. Kusta tidak ditularkan oleh ibu hamil kepada janin yang dikandungnya, serta tidak menular melalui hubungan intim.

Faktanya, orang yang telah mengkonsumsi obat terapi untuk kusta tidak bisa menjadi penular. Bila perlu untuk keluarga yang berinteraksi erat dengan penderita biasanya diberikan rifampicin dosis tunggal. 

Nah setelah baca ini jangan lagi memberi stigma negatif juga diskriminasi terhadap penderita maupun OYPMK. Karena penderita kusta masuk dalam kategori disabilitas. Kenapa? Karena kusta tidak hanya menyerang kulit namun juga mata, syarat dan anggota tubuh lain. 

Upaya Pemerintah Menghapus Stigma dan Diskriminasi


Sebenarnya pemerintah sudah banyak berupaya melakukan berbagai program yang bertujuan untuk menghapus stigma dan diskriminasi terhadap penyandang kusta. Mulai dari banyaknya edukasi dan penyuluhan ke masyarakat hingga program untuk memberdayakan kusta. 

Stigma yang masih melekat misalnya kusta/disabilitas identik dengan masyarat miskin. Padahal hal ini belum tentu benar ya.. 

Program yang dijalankan untuk Menangani Kusta


1. Pemberian bantuan sembako 

Penyaluran untuk bantuan sembako ini ditujukan untuk penyandang disabilitas, termasuk kusta yang termasuk kategori miskin. Dan syarat berikutnya harus sudah masuk ke dalam data yang disebut data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Jadi, kebijakan ini diberikan untuk mereka yang sudah masuk ke dalam database Kemensos.

2. Program bantuan asistensi rehabilitasi sosial dan penyaluran alat bantu


3. Program kemandirian usaha, terutama bagi yang masih mendapatkan diskriminasi di lingkungannya


4. Kemensos bersama Dinas Sosial di beberapa pemerintahan daerah juga menyelenggarakan semacam shelter ex penderita kusta, di antaranya : 


Dusun Sumberglagah, Desa Tanjung Kenongo, Kec. Pacet, Kab. Mojokerto, Jawa Timur. 
Desa Banyumanis, Kec. Donorojo, Kab. Jepara, Jawa Tengah, dan 
Kompleks kusta Jongaya di Jalan Dangko, Kel. Balang Biru, Kec. Tamalate, Kota Makassar


Semua informasi keren ini Emak dapatkan saat mengikuti Live streaming Youtube Berita KBR  dengan tema "Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah? "

Acara ini diselenggarakan 28 September 2022 pukul 09.00 sampai pukul 10.00 WIB dan bisa didengarkan di 105 jaringan radio KBR. 

Talkshow KBR
Pak Maman dan Ibu Dwi (Narasumber) 


Dibuka oleh Host Debora Tanya dan menghadirkan narasumber keren dari kantor staff presiden yakni Bapak Sunarman Sukamto, Amd Tenaga Ahli Kedeputian V KSP. Juga tak ketinggalan perwakilan dari Bappenas yaitu Ibu Dwi Rahayuningsih (Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Pemberdayaan Masyarakat Kementrian PPN/Bappenas.

Stigma kusta



Kesimpulan 


Penyakit kusta bukanlah sebuah kutukan dan juga bisa disembuhkan. Maka dari itu, sebagai warga negara yang taat pada sila ke 5 pancasila wajib menyudahi stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta/disabilitas.

Semoga informasi yang Emak bagi hari ini bermanfaat ya. Jangan lupa share info ini ke seluruh rekan agar dapat membantu penderita kusta agar mendapat fasilitas kesehatan supaya segera sembuh. Ingat, semua obat-obatan kusta gratis loh di puskesmas. 



Sumber:

1. Acara Live streaming KBR

2. https://www.kompas.com/sains/read/2022/02/01/160100823/hari-kusta-sedunia--konsepsi-populer-kusta-dan-sejarahnya-di-dunia

3. https://www.halodoc.com/artikel/cara-penularan-kusta-yang-harus-dipahami

blogger parenting
blogger parenting Emak anak 5. belajar terus jadi istri dan emak yang baik..

15 komentar untuk "Stop Stigma dan Diskriminasi Kusta"

  1. Tugas kita nih untuk ikut mensukseskan program pemerintah mengenai menghapus stigma buruk terhadap masyarakat penderita kusta. Menjaga kebersihan sejak dini semoga menghindarkan kita dari penyakit itu ya

    BalasHapus
  2. Semoga dengan banyaknya blogger memulis tentang kusta, dan banyak penyuluhan di masyarakat membuat masyarakat bisa menerima sodara kita yg terkena kusta.

    Bagaimanapun mereka saudara kita, mereka warga negara indonesia memiliki hak yg sama sbg WNI (gusti yeni)

    BalasHapus
  3. Alhamdilillah sekarang kita hidup di zaman yang sudah teredukasi. Ilmu kedoteran dan teknologi sudah maju, sehingga ada prtolongan terhadap penderita kusta dan OYPMK. Meskipun tentunya belum semua orang yg tahu seperti di pembukaan tulisan ini ya mbak... Semoga makin banyak yg teredukasi sehingga bisa menolong sesama.

    BalasHapus
  4. Baca bagian awalnya langsung sediiiih, bukan salah mereka kalau terjangkit penyakit kusta, tapi memang masih banyak yang buta literasi tentang kusta sehingga penderita kusta sering dipinggirkan

    BalasHapus
  5. Aku pernah ikut acara ttg tema kusta di KBR juga kak Icha, lumayan banyak dapat insight sih termasuk upaya pemerintah dalam menyetop diskriminasi ttg survivor kusta, acara ini mesti terus digiatkan agar masyarakat kita semakin teredukasi ttg mereka ini

    BalasHapus
  6. Bagi yang belum tau gimana penyakit kusta, pastinya agak nggak nyaman liatnya mak. Tugas kita yang udah well informed tentang kusta harus mengedukasi masyarakat agar tidak menjauhi penderita kusta, malah membantu mereka untuk bisa survive dan sembuh jika memungkinkan.

    BalasHapus
  7. Penyebab atau awal mula nya gimana sih kak?
    Semoga semakin diperhatikan yaa dan kita juga bukan bagian org yg mengucilkan para penderita kusta

    BalasHapus
  8. Mungkin karena sudah terlalu lama edukasi tentang penyakit kusta alias morbus hansen ini mandek makanya masih banyak yang beranggapan kalau penyakit ini adalah kutukan. Apalagi jika terlambat ditangani, efeknya menetap dan menimbulkan disabilitas. Kagum sama Radio KBR yang terus menerus menyuarakan tentang Kusta.

    BalasHapus
  9. Iya bener sih ka, karena dari kecil kita dicekokin informasi yg salah soal kusta, jadinya banyak kalau ketemu mereka jadinya kita keburu parno.

    Tulisan kk uda kasih banyak banget informasi dan semoga banyak yang teredukasi, kayak aku contohnya

    😁😁

    BalasHapus
  10. Nah iya,, saatnya kita menerima saudara-saudara penderita kusta atau penyintasnya tanpa ada diskriminasi. Coba deh seandainya kita di posisi mereka, pasti sedih jika tak diterima dengan layak di tengah-tengah masyarakat.

    BalasHapus
  11. Kusta ini bakteri atau virus Mak? Karena tadi dijelaskan penularannya tdk gampang. Berarti hampir sama dengan HIV.

    BalasHapus
  12. Penyakit kusta tidak mudah menular kok ya, jadi gak ada alasan buat takut dekat-dekat teman-teman kita penderita penyakit kusta. Mereka juga punya hak untuk diterima di lingkungan masyarakat kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, kak... Tapi stigma negatif yang ditanamkan itu yang harus dihapuskan. Kasihan penderitanya kalau dijauhi begitu.

      Hapus
  13. Jadi teringat Putri Diana yang ditegur kerajaan karena bersentuhan langsung dengan pendeerita kusta. Padahal itu tidak bisa menular. Saama seperti stigma penderita HIV yang katanya cuma disentuh doang bisa nular. Miris ya kalau stigma itu udah mendarahdaging. Padahal ga masalah sih

    BalasHapus
  14. Kalau nggak ada acara yang rutin digelar oleh KBR ini, aku aja nggak tahu kalau sekarang masih ada penderita kusta di Indonesia lo. Keren acara ini bikin orang awam jadi lebih aware.

    BalasHapus

Jangan diisi link hidup ya kawan-kawan ☺️