Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membawa Pasien ke RSJ

Membawa pasien ke RSJ

 

"Besok pagi, tolong jemput neni di stasiun Amplas ya.. " Suara mama terdengar di ujung telepon selular. 

Malam itu, telepon yang tiba-tiba dari mama membuat Emak sedikit terhenyak. Mama memberi mandat Emak untuk menjemput neni (asal kata nanny, sebutan untuk adik kandung perempuan mama. Neni dari dulu ikut dengan keluarga kami. Sejak Emak kecil dia ikut di rumah mama kami. Setelah kakak kami tinggal dan membangun rumah di dekat rumah mama, dia pun ikut dengan kakak kami. 

Lebih dari 10 tahun ikut dengan kakak kemudian beliau ikut dengan adik kami paling bungsu untuk tinggal di Riau. Sudah setahun belakangan tidak pulang namun tiba-tiba kabar kepulangannya membuat khawatir. Khawatir karena pesan mama yang kemudian Emak dengar "Nanti dijaga ya neni, diajak ngobrol. Dia sakit" Suara mama terdengar parau.

Sebelum tidur  mencoba menghubungi nomer telepon neni. Percakapan biasa saja. Masih terpantau normal. Jam setengah empat sebelum subuh pun masih terdengar normal. Menjelang pukul tujuh pagi tiba-tiba supir bus menelepon. Meminta agar Emak membujuk neni untuk naik ke bus karena sejak istirahat shalat subuh ia enggan naik kembali ke bus. 

Dari situlah drama dimulai. Emak bolak-balik menelepon agar ia lebih tenang. Hingga akhirnya kami bertemu Emak menemukan neni dalam keadaan sudah ngompol. 

Hari pertama masih bisa berkomunikasi meski ucapannya sering diulang dan sering tidak logis. Misalnya "muka neni jelek ya? Ada setannya? "

Hari kedua mulai gak nyambung. Misalnya ketika ditanya "umur neni berapa? " Ia akan menjawab "3 juta".

Menjelang hari ketiga di malam hari neni sudah setuju agar rambutnya Emak potong dan setuju untuk Emak mandikan sebelum subuh.  Begitu menjelang eksekusi di hari ketiga menjelang subuh neni menolak. Begitu melihat gunting ia langsung berseru "kubunuh mau? Kucucuk ya.. "

Sampai di tahap ini, fix neni tidak bisa Emak tangani sendiri dengan berobat jalan karena sudah tidak kooperatif. Mengingat Emak pun tidak tinggal satu rumah dengannya. Neni Emak lokasikan di rumah milik mama. Karena rumah Emak tidak ada kamar lain. Belum lagi Emak harus mengurus warung. Kelihatannya banyak alasan tapi begitulah kenyataannya. 

Selesai maghrib kami berencana membawa neni  ke rumah sakit jiwa Prof Dr M Ildrem di daerah tuntungan. Setelah selesai urusan administrasi Emak ditanyai oleh dokter jaga IGD tentang kondisi neni. Dokter jaga saat itu komunikatif dan menyampaikan dengan baik bahwa lebih baik membawa neni esok pagi kembali. Karena menurut peraturan rumah sakit, bahwa setiap pasien di IGD harus dirantai kakinya meskipun pasien tidak mengamuk. Ada rasa sedih membayangkannya makanya kami membawa kembali pulang neni dan bertekad membawanya pagi hari agar ketemu lansung dengan dokter di poli dan neni pun bisa langsung mendapat kamar. 

Namun rencana tinggal rencana. Esok harinya keadaan semakin memburuk. Neni sangat tidak kooperatif. Mulai marah-marah dan sensitif. Mulai mencubit dan penyerangan fisik lain. Akhirnya dengan segala bujuk rayu hingga menggendong neni kami sampai juga kami ke rumah sakit. Karena lama di urusan administrasi kami telat bertemu dokter yang bertugas saat itu. Akhirnya diarahkan ke IGD kembali.

Kecewa? Iya. Apalagi kemudian dokter di IGD langsung menghakimi Emak saat tau neni akan dirawat di rumah sakit jiwa. Seakan Emak adalah manusia tidak bermoral yang membuang orangtua. Dengan nada tendensius dokter berkata "Ya namanya dia orangtuamu, ya kau jaga lah.. Jangan dimasukkan inap di sini. Gak ada alasan dia di rumah gak kooperatif, gak ada alasan sibuk urus anak..... " Dan kata-kata negative judgment lainnya. Sampai akhirnya Emak keluar ruangan dan menangis di luar. 

Setelah reda minta suami beli makanan sekaligus membujuk neni untuk makan siang. Setelah itu Emak pun pergi shalat. Selepas shalat dengan perasaan tenang, Emak kembali ke ruang IGD. Sudah mempersiapkan  diri dan hati untuk judgement berikutnya. 

Ternyata dokter pertama sudah pulang. Berganti shift dengan dokter jaga berikutnya. Baru pertanyaan pertama (sudah berapa lama kondisi pasien? ") dokter pun ngomong bertubi-tubi ke Emak " Apaaa? Belum seminggu dia kayak gini udah mau kalian titipkan dia di sini? Inikan orangtuamu juga. Masak gak bisa koordinasi sama keluarga lain untuk merawat di rumah? Kalo kelen gak mau merawatnya lagi kelen campakkan aja dia ke dinsos. "

Kali ini hati Emak sudah cukup baik untuk bertahan. Apapun ucapan dokternya Emak berusaha sekuat hati tidak memasukkannya ke telinga. Akhirnya setelah Emak diam setelah pertanyaan pertama yang diajukan oleh dokter, ia meminta pasien untuk dilihat. 

Saat melihat neni yang tidak kooperatif, dari mencubit hingga mencekik ponakan yang Emak bawa untuk membantu memegangi neni barulah dokter mulai lunak. Memang cukup menguras energi dan hati perjalan Emak membawa neni ke rumah sakit jiwa. 

Mengurus orangtua yang sakit fisik dengan sakit psikis berbeda sekali rasanya. Bukan hanya energi yang habis namun juga psikis kita. Menghadapi mereka berbeda dengan menghadapi anak. Namanya orangtua tidak mungkin dibentak. 

Tips Membawa Pasien ke Rumah Sakit Jiwa

1.. Usahakan datang sebelum jam 12

Hal ini agar pasien tidak ditempatkan di ruang IGD. Karena rasanya cukup sedih melihat orangtua diikat kakinya dengan rantai. 

2. Siapkan Support System

Memang Emak akui, support System sebaiknya laki-laki karena akan kuat membawa pasien bila tidak kooperatif. Pasien akan menyadari bahwa mereka tidak akan kita kasari sehingga mereka tidak segan menyakiti kita. 

3. Kuatkan Hati dan Mental

Tidak semua dokter di rumah sakit jiwa yang akan berbicara sebaik mungkin pada keluarga pasien. Emak menganggap ini karena banyaknya pasien yang memang "dibuang" Karena tidak ingin mengurus orang tuanya/pasien lagi. 

4. Banyak Istighfar

Serius. Ini salah satu penyelamat dan penguat hati. Ketika tak menemukan lagi bahu untuk bersandar masih ada lafadz yang bisa kita ucap untuk menemukan ketenangan diri. 

Bahkan dari salah satu coach yang Emak pernah jumpai yang merupakan mantan penghuni rumah sakit jiwa. Salah satu pesan dokter yang diucap sebelum keluar dari rumah sakit jiwa adalah istighfar minimal 1000 kali. 

5. Membawa Pakaian Pasien sesuai dengan Aturan

Ternyata ada peraturan di beberapa rumah sakit jiwa bahwa pakaian yang dibolehkan di rumah sakit adalah baju sepotong lengan pendek dengan pasangan celana selutut. Mirip dengan piyama tidur. 

Ini sempat diutarakan oleh dokter sebagai alasan menolak neni untuk masuk. Katanya "ibu ini kan berhijab, pake gamis.. Kasian kalo harus pake baju yang kelihatan auratnya" 

Mungkin dokter ini belum mengenal aturan Islam yang benar, bahwa aturan berhijab dan ibadah hanya untuk muslimah yang waras. Sedangkan orang dengan gangguan jiwa tidak ada beban syariah padanya. 

Dan alasan rumah sakit membuat peraturan ini adalah demi keselamatan. Dengan baju panjang dan jilbab sering sekali menjadi alat untuk bunuh diri pasien ataupun pasien lainnya. 

Maaf ya Mak, kali ini tulisan Emak kebanyakan curcol untuk release perasaan "embuh". Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan tips yang berguna untuk kejadian yang tidak bisa kita duga. 


blogger parenting
blogger parenting Emak anak 5. belajar terus jadi istri dan emak yang baik..

21 komentar untuk "Membawa Pasien ke RSJ"

  1. waaah seru juga ini pengalaman nyata yaaa.. salut sama kegigihannya merawat dan mengurus Neni yang sedang sakit...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga Allah SWT mengangkat penyakit jiwa Neni ya,, dan mudah2an keluarga selalu bersabar dengan keadaan Neni yang demikian. Insyaallah menjadi berkah utk kehidupan.

      Hapus
  2. Membawa berkas yang lengkap itu penting banget supaya lebih cepat melewati proses administrasi

    BalasHapus
  3. Jika tidak ada bahu untuk bersandar, selalu ada lantai untuk bersujud.

    BalasHapus
  4. Semoga diberi kekuatan ya Kak Icha...Keluasan hati dan keberkahan saat merawat Neni.
    Aku jaid ingat ponakan yang baru jelan 30 tah dan sudah 5 tahun ini terindikasi gangguan jiwa. Dan perjuangan banget untuk bisa dirawat dengan baik dan benar di RSJ. Akhirnya iparku nyerah...rawat di rumah padahal ga layak dan berbahaya bagi yang lainnya

    BalasHapus
  5. Aku nggak bisa membayangkan kl di posisi Emak.. Luar biasa pengorbanan dan usahanya ya.. Btw, makasih untuk tips membawa pasien ke RSJ ya, Mak.. Soalnya selama ini blm tahu apa aja yg mesti dibutuhkan di sana.

    BalasHapus
  6. Ya Allah mak, gak kebayang rasanya mengurus pasien yang sakit psikis 🥲
    Benar-benar membaca pengalaman baru, makasih banyak sharingnya ya.. semoga Emak dikuatkan untuk menjaga Neni dan Neni Allah berikan kesehatan kembali seperti sedia kala.

    BalasHapus
  7. Emang awalnya bagaimana? Gak tiba tiba juga kan ya?
    Semoga lekas sembuh ya. Pengobatan dari ahlinya semoga jadi jalan keluar terbaik

    BalasHapus
  8. Pengalaman yang sangat berharga ya Mba.. Turut prihatin, semoga neni lekas sembuh dan bisa berkumpul kembali dengan keluarga dengan baik.. Amin..

    BalasHapus
  9. subhanallah ceritanya bikin terenyuh, ada perasaan gemas juga sama dokternya yang judgement seperti itu, harusnya secara psikologi dia kasih support yang membuat pasien dna kelaurganya lebih bersemangat lagi, lekas sembuh ya kak untuk neninya

    BalasHapus
  10. Ampunlah kl RSJ di Indonesia terutama di daerah kita ya,, apa gak ada omongan yang lebih menenangkan keluarga pasien lg? Untuk sampai pada keputusan membawa keluarganya ke RSJ aja keluarga pasti sudah berpikir masak2. Mestinya mereka melaksanakan tusinya aja tanpa banyak cengkunek. Macam gak digaji aja ya, fyuhhh

    BalasHapus
  11. Kok dokternya gitu ya. Aku bln pernah berurusan dgn RSJ, aku pikir spt RS juga dlm menerima pasien. Ini kok banyak judgement yg gak enak si denger ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah betul...
      Kok bisa kata-kata seperti itu keluar dari mulut dokter.
      Kan dia gak tau gimana behind the scenenya.
      Taunya kok ngejudge aja

      Hapus
  12. Yaa kita tau dokter juga capek menghadapi pasien. Terlebih banyak kasus yang memasukkan keluarganya ke RSJ karena merasa si keluarga 'membuang' si pasien.
    Tapi mbok ya sebagai dokter pun bicara lah yang lembut. Karena keluarga pasien pun juga pasti lelah, baik fisik maupun mental

    BalasHapus
  13. kak, ternyaya serumit ini kemaren urusannya ya kak. subhanallah kak. smoga keluarga dikuatkan dan ditegarkan selalu ya kak. dan neni bakal segera kembali normal. insyaAllah. rsj nya ulyg daerah tuntungan, dekat kerumah awak kak ca. udh pernah juga dulu kesana ngantarkan sodara ada yg berobat jg. tpi berobat jalan memang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baru di daerah Tuntungan sana RSJnya, lebih terpencil danjauh dong ya dibanding ke RSU Adam Malik

      Hapus
  14. Wah beneran aku baru tahu sih soal ini, tapi bener juga yaa jilbabnya bisa jadi alat bunuh diri nanti. Semoga keluarga dikuatkan dan diberi kesabaran yaaa mbaa, semangaattt

    BalasHapus
  15. Sedih ya kalau ada saudara yang punya sakit psikisnya, gak tega gitu, bener harus punya mental yg kuat kalau mau bawa ke rsj tu, semoga allah berikan kesembuhan buat saudara icha ya

    BalasHapus
  16. ternyata lebih sulit ya merawat sakit jiwa ini, justru tak terlihat dan sensitif sekali pasti perasaannya :( gak kebayang sih, pasti kudu sehat jiwa raga juga yg ngerawatnya

    BalasHapus
  17. Seriusan mbak pernah nganter orang gila, masyaallah pengalaman banget ya...
    Datang ke rsj sebelum jam 12 malam maksudnya mbak?

    BalasHapus
  18. Semoga diberikan keteguhan dalam menjalani keadaan seperti itu. Aku pun jika misalnya diberikan kondisi serupa, nggak yakin apakah bisa menjalaninya dengan baik.

    BalasHapus

Jangan diisi link hidup ya kawan-kawan ☺️