Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KDRT

 

KDRT

 "Dia sebenarnya baik, cuma kalo lagi khilaf emang main kasar"


Begitulah sepenggal kalimat yang Emak tangkap dari pengakuan seorang istri. Setiap mendengar curhatnya selalu exhale dan inhale biar gak ikut emosi. Terbesit pengen bilang "Udahlah pisah aja.. ngapain pasangan toxic begitu kamu pertahanin.." tapi Emak tahan karena ada hati yang harus dijaga. 

Tentang KDRT

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) bila  mengacu pada UU No. 23 tahun 2004 mendefinisikan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 

Meskipun korban KDRT biasanya perempuan dan anak, namun pelaku dan korban KDRT bisa siapa saja yang menetap dalam sebuah rumah (tinggal bersama). Apakah suami, istri, anak (kandung, tiri dan angkat), mertua, ipar, besan hingga pembantu rumah tangga. Semua berkesempatan menjadi pelaku maupun korban.

Jenis-jenis KDRT

Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), jenis kekerasan yang termasuk KDRT terbagi menjadi beberapa macam : 


1. Kekerasan Terbuka (overt)

Kekerasan terbuka atau overt termasuk kekerasan fisik yang dapat dilihat, misalnya perkelahian, pukulan, mendorong, menjambak, bahkan sampai membunuh.

Kekerasan terbuka ini bisa kita tandai dengan adanya bukti pada tubuh si korban. Yaaa persis lah seperti yang dialami teman Emak di atas. 

2. Kekerasan Psikis (covert)

Kekerasan covert lebih dikenal dengan kekerasan psikis atau emosional. Kekerasan ini sifatnya tersembunyi karena tidak menyisakan luka fisik. 

Seperti apa sih kekerasan psikis ini?

Kekerasan psikis ini berupa ancaman, kata-kata kasar, hinaan, makian, hingga kritik yang berlebih terhadap salah satu anggota rumah tangga.

"Dasar perempuan gak berguna! Bodoh! Dungu!" 

Mungkin kita biasa mendengar dialog tersebut di televisi pada sebuah scene sinetron. Nampaknya sepele, namun itu sudah termasuk KDRT.

Nampak ringan ya.. tidak berbekas pada anggota tubuh, tapi tahukah Mak? Kekerasan psikis ini dapat menyebabkan seseorang kehilangan kepercayaan diri, merasa ketakutan, merasa benar bahwa dirinya tak berdaya, hingga kehilangan kemampuan untuk melakukan sesuatu. 

Coba cek lagi, mungkin kita terbiasa jadi korban atau bahkan pelaku dari kekerasan psikis ini.


3. Kekerasan Seksual

Salah satu bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan seksual yang dilakukan untuk memuaskan hasrat seks berupa fisik atau pun verbal.

Kekerasan seksual berupa fisik seperti memaksa berhubungan, mencium atau meraba organ tubuh/seksual korban.

Kekerasan verbal dapat berupa komentar, julukan, atau gurauan porno terhadap korban.

4. Kekerasan Penelantaran Rumah Tangga

Ada dua jenis kekerasan penelantaran dalam rumah tangga

Yang pertama, menelantarkan anggota keluarga sementara pelaku memiliki kewajiban untuk menafkahi. Hal ini biasanya terjadi antara orangtua dengan anak, atau suami dengan istri. 

Kedua, memanfaatkan atau eksploitasi anggota keluarga, memaksa bekerja atau mengambil paksa harta anggota keluarga yang menjadi korban. Misalnya memaksa anak di bawah umur bekerja, mengemis, atau mengambil paksa harta istri.

Dilansir dari situs kompas dotcom, Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Hening Widyastuti, menjelaskan bahwa kekerasan itu bisa disebabkan atas banyak faktor. Hal paling dominan adalah faktor ekonomi dan perasaan cemburu.

Tapi, yang buat kita heran kan Mak.. kenapa sih masih aja korban bertahan hidup dengan pasangan yang selalu melakukan KDRT. Padahal gak jarang KDRT berakhir pada pembunuhan. Ngeri gak sih? 

Beberapa Alasan Korban Bertahan dalam KDRT

1. Bucin

Yang satu ini memang sulit untuk diberi advice agar meninggalkan hubungan berisiko seperti KDRT. Untuk alasan cinta terkadang banyak istri yang menutup mata atas perlakuan kasar yang ia terima.

2. Tidak Bersosialisasi

Kebanyakan para istri yang menjadi korban KDRT diam karena mereka tidak punya dukungan dari sekitar. Biasanya mereka adalah perempuan yang selalu tertutup di dalam rumah. 

3. Finansial

Mengapa tidak mengakhiri hubungan? Kebanyakan memang adalah ibu rumah tangga yang menggantungkan kehidupannya pada sang suami. Para istri tersebut bisa saja ingin merdeka, namun kembali bingung harus hidup dengan uang dari mana.

4. Hak Pengasuhan Anak

Karena jobless, tidak punya penghasilan, maka para istri takut hak asuh anak tidak akan mereka dapatkan. Dengan kata lain banyak istri bertahan karena anak mereka. 

5. Tak Selalu Terjadi Kekerasan

Para korban persis seperti seorang teman di atas. Merasa bahwa suami tak selalu kasar. Hal tersebut akan  sesekali terjadi. Makanya mereka selalu bertahan dan menutup mata ketika terjadi kekerasan.

6. Takut

Alasan terakhir kenapa banyak istri yang diam alias tidak speak up karena takut. Takut suami akan murka dan melakukan hal yang lebih parah lagi. 

Sedangkan dari sisi pelaku, apa sih yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku KDRT?

Taukah Mak, Menurut Jesse Prinz Ph.D, profesor dari City University of New York yang mempelajari tentang persepsi, emosi, dan kebudayaan manusia mengungkapkan 90 persen pembunuhan yang terjadi di dunia dilakukan oleh laki-laki.

Nah.. apa faktor penyebabnya seseorang menjadi pelaku KDRT?

1. Salah Asuh

Dalam budaya yang diciptakan dalam sebuah keluarga tak jarang adanya perbedaan antara asuhan anak lelaki dan perempuan. Hal ini menciptakan sebuah pemahaman di alam bawah sadar pelaku bahwa dirinya lebih superior dibanding perempuan (istri).

2. Trauma Masa Lalu

Tak jarang, pelaku kekerasan dalam rumah tangga dulunya adalah seorang anak dari pelaku KDRT. 

Di masa kecil, bisa saja ia benci melihat perilaku ayahnya yang melakukan KDRT terhadap ibunya. Namun di masa mendatang ternyata yang terjadi adalah pengulangan kesalahan yang sama.

3. Tayangan 

Seringnya menonton kekerasan dalam sebuah media mengakibatkan seseorang menjadi pelaku KDRT. Terkadang hal ini tidak disadari. Namun alam bawah sadar mencatat apa yang selalu ia saksikan.

4. Lingkungan

Lingkungan sekitar pun memiliki andil dalam membuat seseorang menjadi pelaku KDRT. Orang yang tinggal di lingkungan penuh kekerasan memiliki resiko lebih besar untuk menjadi pelaku KDRT.


Setelah membaca artikel ini, semoga kita semua bisa terhindar dari KDRT, baik menjadi korban maupun pelaku. Aamiin..

Yuk cerita di komentar, mungkin pernah tau tentang kasus KDRT di lingkungan atau malah menjadi korban. Yuk speak up!



blogger parenting
blogger parenting Emak anak 5. belajar terus jadi istri dan emak yang baik..

62 komentar untuk "KDRT"

  1. Kekerasan fisik itu mungkin fisik saja yang sakit. Gak kalah hebat itu adalah kekerasan verbal yang dilakukan pasangan. Efeknya bisa trauma seumur hidup.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau kekerasan fisiknya sampai menyebabkan cacat dan nggak bisa melakukan aktifitas dengan baik ya ini yang parah banget mbak...

      Hapus
  2. Yang kupikirkan, bisa nggak ya pelaku KDRT itu mengubah perilakunya? Dia nggak kasihan kah anak istrinya bahkan pembantu jadi korban KDRT? Memang sih kalau dengar keluhan-keluhan gitu kayak mau berbuat apa aja salah. Mau nyuruh pisah? Nggak mungkin kan? Apa cuma dengerin aja?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa berubah. Asalkan ada kemauan dari si pelaku.
      terus, niat atau kemauan aja juga ndak cukup. Harus ada juga usaha untuk itu. Misalnya mencari bantuan profesional, misalnya psikolog atau psikiater.
      Biasanya meminta bantuan profesional ini yang mereka kurang mau.
      Bisa karena biaya, atau pun juga mereka malu atau takut, dan sebagainya.

      tapi kalo dari awal saja, pelaku gak merasa salah, ya sudah, wassalam

      Hapus
  3. Amiiin, semoga kita semua terhindar dari KDRT. Belum pernah tahu sih Kak, kenalan yg kena KDRT. Kalau diselingkuhin itu KDRT juga ga? Ya suami temen diem-diem gitu. Termasuk KDRT psikis kali yah...

    BalasHapus
  4. Sekadar kalimat pun termasuk KDRT ya. Bagaimna pun juga wanita harus dihormati. Nah, semoga bisa dihindari KDRT ini

    BalasHapus
  5. Perempuan memang serba salah ya, kadang hati lebih condong daripada logika. Sudah tahu hidupnya menderita, tetapi mereka tak mudah move on dari kehidupan dan penderitaan itu. Paling banyak alasannya karena anak, padahal menurutku, seorang anak sangat butuh ibu yang bahagia untuk kehidupan masa depan mereka. Bagaimana kita sebagai perempuan dapat bahagia apabila selalu mengalami tekanan psikis maupun fisik dalam rumah tangga? Selalu miris membahas KDRT ini.

    BalasHapus
  6. Kadang orang susah keluar dari toxic relationship ya kayak gitu lho. Berharap pasangannya bisa berubah. Padahal sering disakitin tapi masih aja bertahan. Kdrt verbal buatvaku lebih berbahaya. Karena yang sakit hati yang ga nampak oleh mata.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya Mba. Padahal daripada banyak berharap dan ujungnya kecewa berat, lebih baik memperjuangkan diri sendiri. KDRT itu ngeri sih.

      Hapus
  7. Jadi penasaran dlu pernah punya temen cowo yg kasar banget sama cewenya. Maksudnya kalau ada kaitannya sama trauma masa lalu, jadi kepo apa yg bikin dia kayak gitu yahh. Serem jg ada cowo begini

    BalasHapus
  8. ngeri banget sih memang kl udah masuk di lingkungan KDRT gini. kemarin aku sempat mendengar cerita korban KDRT. persis seperti yang kakak tulisakan ini. dia selalu takut kalau mau "keluar" dari lingkungannya. apalagi kalau yg lakinya udah minta maaf sambil nangis2. udahlah dia buncin lagi :(

    BalasHapus
  9. Saya pernah liat KDRT di sekitar tempat tinggal Ibu di Pondok Cabe, Tangsel. Istrinya sampe meninggal, akhirnya si suami laknat dibawa ke polisi. Harusnya digebukin warga dulu ya, baru diserahin ke polisi. Itu memang otak suaminya yang gak beres. Kan sampe masuk berita juga kasus ini.

    Ternyata jenis KDRT juga banyak ya, bukan secara fisik aja, tapi bisa verbal atau psikis. Nice sharing

    BalasHapus
  10. bukan salah asuh mungkin ya, tapi warisan dari orang tua sebelumnya

    dan seharusnya... kini pola asuh menjadi lebih baik
    orang2 yang mengerti, nggak akan mengulang traumanya atau kejadian pola asuh yang pernah dialaminya dulu

    BalasHapus
  11. Yg paling melukai dalam kdrt itu kekerasan yg tidak diperlihatkan. Udah tahu dikerasi, tapi diam saja, malah ad ayg justru ditutup tutupi. Miris memang ya. Tapi mau gimana lagi, kondisi seperti itu memang banyak terjadi di sekitar kita.

    BalasHapus
  12. Saya dulu belum menikah menilai lelaki juga dari tutur kata dan sikapnya. Kalau hal kecil seperti kesandung aja dia udah ngeluarin kata-kata binatang, apalagi kalau disaat marah besar. Biasanya sih saya langsung ilfeel. Karena kita dirawat ortu penuh kasih sayang, jangan sampai dapat pasangan yang justru melakukan KDRT. Untuk ibu-ibu yang sampai saat ini masih terjebak dalam situasi tersebut, semoga diberikan kekuatan dan keberanian untuk keluar dari hubungan yang toxic.

    BalasHapus
  13. KDRT psikis ini yang mungkin membuat seorang istri tetap bertahan. Berbeda dengan kekeran fisik yang bisa mencari perlindungan, apalagi ada bukti-bukti nyata. Menurutku masalah KDRT ini sangat bagus disosualisasikan kepada masyarakat agar tahu kapan kita harus mencari perlindungan dan bertahan.

    BalasHapus
  14. ah ngeri klo ngomongin kdrt
    apapun bentuknya yg namanya kdrt harus segera ditindak
    biar pelaku g terus terusan melakukan kdrt

    BalasHapus
  15. Salah satu kakakku korban KDRT...baik terbuka maupun psikis. Akhirnya berhasil melarikan diri bawa dua anak, pulang ke rumah ortuku. Hanya bawa 2 tas baju dan kini memulai hidup sebagai single mom bersama dua anaknya. Alhamdulillah lebih bahagia

    BalasHapus
  16. Perempuan harus berani speak up dan bersikap, yang namanya sudah ada tindak KDRT itu jelas sudah gak sehat hubungannya, sayangi diri sendiri. Tapi, KDRT pun ada kok pelakunya perempuan. Intinya harus say no, menjauh dan cut off dari hubungan toxic kaya gitu lah

    BalasHapus
  17. Jleb banget deh, salah satu alasan seseorang bertahan di KDRT adalah finansial. Maka bagi saya, sebaiknya perempuan punya kemampuan mendapatkan penghasilan juga, walaupun bukan kerja kantoran.

    BalasHapus
  18. Untuk masalah KDRT ini, perempuan harus berani bicara dan mengutarakannya yah, jadi jangan diem saja.

    BalasHapus
  19. Memang nggak bisa dipungkiri, salah satu alasan terkuat bertahan yaitu finansial. Jadi sebenarnya nggak ada masalah wanita mempunyai latar pendidikan yang bagus, punya keahlian, bekerja atau memiliki usaha. Jadi saat terjadi hal yang tidak diinginkan bisa mandiri.

    BalasHapus
  20. Penyebab terbesar orang bertahan dalam rumah tangga yang KDRT itu bisa jadi karena finansial. Makanya sangat penting bagi wanita bisa mandiri. Jarang sih liat di kehidupan nyata seorang bertahan dengan KDRT karena bucin. Cinta darimananya coba ya kalau dipikir-pikir.

    Masa habis dikasarin tetap cinta?

    BalasHapus
  21. Bahas bahas KDRT jadi ingat masalah keluarga saya tahun lalu mbak,

    BalasHapus
  22. Bisa juga pelaku KDRT berjiwa inferior lalu melampiaskan superioritas dengan cara salah pada yang dianggap lemah di rumah
    .
    Kalau dalam novel The Kitcheb God's Wife karya Amy Tan, pelaku kekerasan tersebut justru pengecut licik yang serakah dan tukang gertak.

    Rumah tangga adalah ruang privat yang kompleks.

    BalasHapus
  23. Kadang dilema sih emang. Banyak yang masih bertahan meski mengalami KDRT karena bisa jadi masalah ngga akan selesai dengan perpisahan.

    Bahkan, masalah baru justru akan bermunculan setelah berpisah. Hiks!

    BalasHapus
  24. Duh, banyak lho seseorang yg tetap bertahan meski menjadi korban kdrt. Entah apapun alasannya tp kekerasan seharusnya tidak boleh dibiarkan.

    BalasHapus
  25. Di masyarakat kita kenalnya kalau KDRT itu ya kekerasan fisik, padahal psikis lebih banyak lagi ya

    BalasHapus
  26. Baca kalimat di awal, rasanya jleb banget. KDRT itu banyak sebab sih ya mbak.
    Kadang ibu menjadi pelaku kdt juga pasti karena ada sebab.
    Setiap keluarga mungkin saja sudah pernah melakukan kdrt, namun dalam skala tipis-berat.

    BalasHapus
  27. Nah, marah sama anak juga bisa masuk KDRT kalau sudah menggunakan kekerasan fisik
    Akibat masa lalu tak selesai
    Lalu, rumah tangga yang masing-masing pasangan tidak selesai juga masa lalunya bisa mempengaruhi

    BalasHapus
  28. Ngilu banget setiap kali bahas soal KDRT ini. Kadang ibu yang mengalami KDRT ini bertahan karena ingat anak dan mungkin bingung kalau cerai mau hidup gimana tanpa suami (apalagi buat yang tidak bekerja). Semoga kita dan keluarga kita dan semuanya terhindar dari diperlakukan seperti ini.

    BalasHapus
  29. Aku selalu merinding kalau baca ttg KDRT, karena selain yang tampak mata, mental juga di serang, belum lagi psikis.. :(

    BalasHapus
  30. Suka serem n sedih liat berita² KDRT. Kadang yg awalnya tampak baik dan berasal dr keluarga baik² pun bisa melakukan KDRT itu. Mmg bnyk hal yg memicu sih ya. Satu hal yg sy pelajari, istri jgn tergantung bgt sama suami soal penghasilan. Gak mesti hrs kerja ngantor kok, bisnis dr rumah jg bisa. Yg penting punya penghasilan, baik tuk tambahan keluarga maupun tuk jaga² di kemudian hari.

    BalasHapus
  31. Khilaf kadang jadi penyelamat ya kak, aku sebel ketika dengar orang membela dengan alasan khilaf. kalau sekali boleh lah khilaf tapi kalau setiap marah melakukan kdrt ckckck

    BalasHapus
  32. Kekerasan penelantaran rumah tangga ini bukan cuma di sinetron doang ramai terjadi ya mba, tapi di kehidupan nyata mah banyakkkk. Saya sering banget dengar-dengar cerita begini, bahkan salah satu ART sayadi Bali dulu juga jadi korbannya.

    BalasHapus
  33. KDRT ini banyak yg mengalami, gak cm suami ke istri, istri ke suami juga ada, ibu ke anak banyak, anak ke ibu juga banyak. Nyonya rumah ke ART ada, sebaliknya agak jarang. Nah, kl karena bucin susye juga ya melaporkan suaminya ke unit PPA di Polres

    BalasHapus
  34. Hhhhmmmmm..... pemaparan yang bagus mbak.... kapan2 aku cerita kasus yang aku tangani deh di blog... nanti boleh kita tukeran backlink... hehe

    BalasHapus
  35. Serem ya kalau idah ngalami kdrt gini, gak verbal atau non verbal sama aja nyakitin, semoga makin byk yg sadar akan kdrt gini, harus berani speak up

    BalasHapus
  36. Kebanyakan karena trauma masa lalu ya emang mbaa. Aku pernah punya sahabat korban kdrt ginii.

    BalasHapus
  37. kalau udah bahas KDRT rasanya kok ngeri banget ya apalagi masa pandemi katanya banyak perceraian yang didahului dengan KDRT, semoga kita dijauhkan dari hal tersebut ya

    BalasHapus
  38. Kekerasan secara fisik maupun psikis itu pastinya menyakitkan ya mba. Terkadang nyesek banget memang ketika banyak yang tidak mau melaporkan kasus KDRT tersebut. Memang banyak yang saya ketahui juga alasan utama karena cinta juga dan ada anak yang harus dipertahankan.

    BalasHapus
  39. Ku paling sebel tuh cha, sama kalimat pembuka tu
    "dia sebenernya baik, tapi kalo lagi khilaf suka main kasar"
    dijadiin alasan lagi buat ndak bertindak.

    BalasHapus
  40. Amiin, semoga kita gak jadi pelaku apalagi korban dari KDRT ini. Quote yang jadi pembukanya bikin kesel ya, tapi realitanya memang banyak yang begitu. "Dia baik, tapi kasar kalo lagi khilaf" Ya kalo baik bahkan khilah pun gak ada perbuatan kasarnya.

    BalasHapus
  41. Kalau dengar kasus KDRT tuh rasanya sedih dan geregetan. Sedih karena orang yang nggak salah jadi korban seperti anak. Geregetan soalnya pelaku katanya cinta dan sayang dengan keluarga dan apa yang dilakukan bentuk pelampiasan. Ya ampun, pelampiasan kok dalam bentuk kekerasan sih. Pokoknya stop kekerasan.

    BalasHapus
  42. Tapi memang benar sih KDRT itu korbannya bukan pasti si anak. Apalagi kalau sampai mereka melihatnya, jadi trauma seumur hidup. Ada banyak cerita penyimpangan sex berawal adanya KDRT yang dialami orang tua lalu si anak jadi trauma.

    BalasHapus
  43. KDRT ini memang selalu perempuan yang banyaknya menjadi korban. dan mereka tidak berani speak up karena banyak alasan. termasuk stigma bahwa perempuan itu harus selalu nurut dengan suami, meskipun diperlakukan tidak layak, semoga dengan banyak tulisan seperti ini makin banyak perempuan yang tercerahkan agar berani speak up saat diperlakukan semena-mena

    BalasHapus
  44. Kdrt tentunya hal yg tak ingin kejadian ya, biasanya korbannya perempuan pula. Mudah saja untuk bilang edukasi sebelum pernikahan, namun nyatanya di masyarakat tak semua memiliki privilese ini.

    BalasHapus
  45. Suka bingung dengan korban KDRT yang memaafkan pelaku . Kemudian tinggal bersama dan beberapa saat terjadi KDRT lagi ..padahal sebagai manusia ya korban KDRT pnya hak atas jiwa dan tubuhnyayang harus diperlakukan dengan hormat sebagai manusia ya mbak

    BalasHapus
  46. Kekerasan psikis ini malah justru ga terlihat padahal efeknya pun sangat nyata untuk pasangan ya Mba.

    BalasHapus
  47. lagi baca 1Q84, Haruki Murakami, yang secara eksplisit dan implisit ngebahas soal topik ini (mengacu pada pergerakan tokoh dan plot, ya). uniknya, di buku itu ada lembaga/gerakan bawah tanah yang tugasnya adalah untuk melenyapkan pelaku tindak KDRT. hehe, pas baca bucin barusan, inget salah satu newsletter yang kuikuti di WA tentang suatu sindrom (Sunk Cost Fallacy) yang bikin kita kek susah gitu ngelepas apa yang ada: suami yang yang jahat misalnya, atau pacar atau temen. dan itu ntar ngarahnya juga ke yang lain2.

    BalasHapus
  48. Aku kenal seorang kawan perempuan, dia dapat KDRT dr suaminya. Tp dia terima aja. Alasanya karena dia cinta sama suaminya 😀🙏

    BalasHapus
  49. Bergantung sama suami secara finansial itu juga yg bikin aku fully aware kalo sebelum menikah aku harus financially independent dulu. Bukan mendoakan, tapi sebagai tindakan preventif yang semoga aja nggak terjadi KDRT di masa depan. Semoga kita dan pasangan dijauhkan dari perilaku KDRT 🤗

    BalasHapus
  50. KDRT mencakup banyak hal ya, gak cuma overt tetapi juga covert. Nah covert ini yang banyak gak disadari orang. Ah cuma bikin sakit hati, padahal ada sanksi pidananya lohh

    BalasHapus
  51. wis kaaak ca kalo dibahas keknya lebih 1 blog, tapi emang biasanya pelaku itu karena trauma pernah gitu atau ya emang dia belum selesai dgn dirinya sendiri di masa depan. itulah pentingnya sblm nikah tuh harus tau betul ya gimana kondisi si calon, karena anak juga pasti kebawa huhu

    BalasHapus
  52. Semasa remaja dulu saya sering banget ngalamin ke masalah kekerasan secara psikis. Setelah beranjak dewasa ini saya baru mulai paham dan mengerti tentang kenapa itu semua terjadi. Ah, tetap saja, yang nama-namanya anak-anak dan remaja itu memang butuh kasih sayang dan kenyamanam.

    BalasHapus
  53. Awq mau komen cerita, tp takut aib RT terbuka hahaha, nti aja lah ya pas jumpa sesi curhat ttg KDRT ini hahaa

    BalasHapus
  54. Bicara kdrt, kebanyakan korbannya wanita, pelaku pria, jadi gak berani komen, hihi

    BalasHapus
  55. Dilema mmg kak ngadepin urusan KDRT ini, awak terlibat tapi urusan rumtang orang, namun skrg kayaknya banyak LSM yg sediakan free advokasi utk kasus KDRT deh

    BalasHapus
  56. Kalau menurut pandanganku pribadi, jika KDRT terjadi maka pilihannya adalah beratahan dan terus tersakiti atau pisah. Tetapi jika kekerasan itu berdasar, karena kesalahan maka sebaiknya dibicarakan saja. Dan disini bisa melihat bagaimana sikap seorang laki-laki ketika marah...

    BalasHapus
  57. kalau menurutku, bahkan pengabaian anggota keluarga (anak) juga merupakan salah satu tindakan KDRT. Karena hal ini mengakibatkan luka psikis yang membuat anak menjadi rendah diri, merasa tidak berharga, dan juga minder. Semoga saya enggak jadi orang tua yang seperti itu. AAmiin

    BalasHapus
  58. Baru-baru ini saya juga berkomunikasi dengan korban KDRT. Sedih banget karena dia yang dulunya ceria dan tegas, sejak menikah ia menjadi penakut dan sering sedih. Ternyata baru tau kalo suami dan mertuanya sering mengancam akan mengambil anaknya jika dia berbuat macam2. Sedih kali makkk..

    BalasHapus
  59. Kdrt jenis apapun itu bahasa. Amit2 ya semoga pasanganku ga begitu besok. Aku pun ga main kasar gtu. Hiks.

    Traumanya biasanya berbekas lama Klo korban2 kdrt ya mbaj

    BalasHapus

Jangan diisi link hidup ya kawan-kawan ☺️