Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

De Javu (Novel)

Chapter 1
Aku benci cowok itu!!
Entah napa aku begitu membencinya! Aku benci tatapannya padaku seolah-olah ia mengejekku, merendahkan dan berasa seperti ingin menjatuhkan aku di setiap kesempatan!
Hari ini seperti biasa, aku bangun pagi dengan senyuman puas karena tadi malam aku berhasil tidur nyenyak tanpa mengingat kejadian yang memalukan kemarin siang!
Sebenarnya aku malu menceritakan kejadian ini, namun agar jelas mengapa aku membenci cowok itu maka aku harus menceritakannya pada kalian.
Siang itu, matahari begitu cerah sampai-sampai aku harus memakai cardigan agar lenganku tidak terbakar matahari. Namun, cerahnya siang itu terganggu oleh cowok brengsek itu, oopsss maaf….aku begitu kesal!
Ia mendekatiku lalu, “Reisya..napa kok rok kamu ada merah-merahnya?”
“Yang bener?” tanyaku spontan karena aku memang lagi haid.
Akhirnya, aku berusaha menutupi rokku dengan handbagku agar tidak memalukan. Namun, tindakanku ini malah membuat semua orang tau kalau aku sedang haid.
Sialnya……ketika aku ke toilet sebelum kembali masuk kerja dan melihat bahwa warna merah yang dimaksudnya adalah berkas noda haid ternyata tidak ada!
Aku langsung menuju ruang kerjanya! Sebelum sampai ke ruangannya, kepala staff keuangan yang kebetulan laki-laki sempat bertanya padaku “Sya, udah ganti rok ya?”
Aku malu sekali!!! Aku langsung masuk ke ruangannya tanpa mengetuk pintu dan melihat ia tertawa terbahak-bahak seakan dunia ini adalah miliknya!
“Gak lucu!” kataku. Seluruh ruangan kantor melihat ke arah kami.
“Kamu lucu! Aku cuma bilang rok kamu kemerah-merahan, kok kamu tutupi?”
“Mana? Pembohong!”
“Rok kamu kan memang warna kemerah-merahan! Memangnya kamu pikir apa?”
Astaga! Aku memang memakai warna fuschia hari ini. Tapi kenapa makhluk ini mempermainkan aku! Aku malu sekali! Air mata ini mau jatuh, namun aku bertambah malu karena ini sudah menjadi tontonan satu kantor dan aku yang bodoh mau saja mempercayai ucapannya.
Aku kembali ke meja kerjaku dengan wajah merah padam seperti kepiting rebus. Mama, aku berasa seperti mau pindah kerja. Tapi kerja di mana? Aku beruntung sekali, tidak melamar pekerjaan namun langsung diminta bekerja di sini, Tetanggaku saja sudah melamar kemana-mana namun tidak mendapatkan satupun pekerjaan.
Kejadian ini bukan hanya sekali dilakukannya. Ia sudah sering melakukan banyak keisengan yang membuatku semakin membencinya.
Ia pernah meletakkan mainan tarantula di tasku. Entah tau darimana ia tau kalau aku parno banget sama tarantula. Karena tarantula itu, aku menjerit dan menghebohkan satu kantor. Tak ada bukti untuk menuduhnya. Tapi, senyum liciknya dapat aku kenali setiap ia iseng padaku.
Oh ya, aku belum menyebutkan namanya. Saking membencinya, aku hanya akan menyebut namanya sekali saja! Selebihnya aku menyebutnya dengan panggilan lain yang tetap akan membuat kalian mengerti. Namanya Adi. Sumpah aku hanya akan menyebut nama itu sekali di ceritaku ini!
Selain tarantula, ia juga pernah menyiramku dari lantai atas kantor sampai aku basah kuyup namun ia melakukannya seolah-olah tidak sengaja.
Makhluk macam apa ia???
Jangan tanya lagi apa yang ia lakukan padaku.
Hari ini, aku hanya ingin agar ini adalah hari yang menyenangkan buatku. Tidak ada lagi gangguan dan keisengan yang ia lakukan padaku. Semoga saja!
“Hai Sya” sapa Rani, anak bagian marketing menyapaku.
“Hai juga… “
Hari ini aku harus bisa tersenyum dan melupakan semua rasa maluku akibat ulah cowok iseng itu.meskipun aku harus melewati koridor ruangannya setiap hari sebelum masuk ke ruanganku sendiri.
Aku berjalan melintasi koridor ruangannya dengan perasaan deg-degan. Eits… bukan deg-degan karena kejatuhan hadiah milyaran rupiah atau dapat arisan. Apalagi deg-degan karena jatuh cinta padanya! Najis deh ih….
Sedetik, dua detik, dan aku tidak mendengar suaranya pagi ini. Biasanya ia selalu melakukan sebuah tindakan cari perhatian setiap aku lewat koridornya. Entah dengan cara memanggilku, menyapaku, atau sekedar bernyanyi menandakan ia ada di ruangannya. Namun pagi ini aku tidak melihat dan mendengar apapun. Aku penasaran….
Aku melihat lampu ruang kerjanya juga masih tidak menyala. Ada sesuatu yang tidak biasa pikirku. Entah kenapa aku ingin sekali membuka pintunya dan aku melakukannya….
Aku tidak bisa melihat dengan jelas karena ruangannya cukup gelap. Aku menghidupkan tombol on pada lampu yang terletak persis disamping pintu masuk.
“Klik”..lampu menyala dan….
“Hhhhh”, aku mendesis hampir menjerit.
“Perhatian banget….Kok masuk kemari? Tumben..Kangen ya?” tiba-tiba ia muncul persis di belakangku. Aku gak tau lagi mau bilang apa. Saking malunya, aku langsung pergi menuju ruanganku. Belum sempat keluar ruangannya tiba-tiba ia menarik tanganku.
“Happy birthday sayang….” Glek…Sayang????
“Gak usah sok perhatian!” kataku galak. Tau dari mana ia ultahku????
Duh, Reisya Reisya, banyak cara kan untuk tau ultah orang lain. Paling juga dia nanya ke bagian pegawai atau dari friendster atau facebook malah. Yang pasti gak mungkin tau dari temenku. Soalnya di kantor ini aku gak punya temen yang bener-bener deket. Cuma sebatas rekan kerja.
“Kok bengong sayang?” tanyanya.
“Lepasin tanganku!”
“Tapi, kamu terima dulu hadiah dari aku” tawarnya sambil menyerahkan sebuah kotak kecil.
“Aku gak butuh perhatian kamu dan gak butuh kado kamu….”
“Stttt…kamu kok galak amat? Masih marah? Maafin aku ya sayang”, potongnya.
“Kalau kamu gak terima aku gak bakal ngelepasin kamu” katanya lagi.
“Mau kamu apa sich? Kamu gak puas udah sering mainin aku?”
“Kali ini gak bakal lagi….Aku janji, terima kadoku dan kamu boleh balik ke ruangan kamu.”
Dengan sangat terpaksa aku membiarkan ia memasukkan kado itu ke dalam tasku. Aku gak akan mau berurusan lama-lama sama makhluk psiko ini. Inilah mengapa aku gak ingin merusak hariku dengan mengingat lagi semua kejadian memalukan itu. Karena aku ulang tahun dan aku ingin mulai hari ini adalah awal dari kebahagiaanku. Diam-diam aku menyesali kenapa harus masuk ruangannya. Aku janji gak akan melakukannya lagi.
Olala… aku lupa menceritakan diriku saking selalu mengingat kejadian buruk bersama si usil itu…
Namaku Reisya Adeina. Aku anak tunggal yang merasa selalu beruntung di setiap kesempatan. Mulai dari sekolah sampai kuliah aku gak begitu ngoyo untuk belajar namun nilaiku gak acur-ancur amat. Padahal IP ku hanya 3,33. Entah mengapa perusahaanku ini mau menawarkan aku bekerja. Temenku yang IPnya sampai 3,7 aja belum bekerja sampai sekarang. Memang faktor keberuntungan terkadang diperlukan. Aku kuliah di fakultas ekonomi dan bekerja di bidang marketing.
Oh ya, perusahaanku bergerak di bidang jasa telekomunikasi. Sebenarnya mengasikkan. Namun, karena tidak ada temen dekat, aku merasa kesepian di sini dan gak pernah hang out sepulang kerja. Bayangin aja, semasa kuliah aku selalu keluar untuk nongkrong bareng temen dan itu kutinggalkan sejak aku kerja. Awal kerja di sini, aku tidak ketemu dengan manusia pengganggu itu, namun sejak sebulan yang lalu ia pindah ke kantor cabang yang ada di kotaku untuk menjadi pemimpin perusahaan cabang. Walaupun ia pemimpin di perusahan ini, aku tidak respect sama sekali. Mungkin karena umurnya cuma beberapa tahun di atasku, mungkin juga karena ia terlalu muda untuk memimpin, dan yang paling mungkin mengapa aku gak respect ke dia karena dia selalu menggangguku. Makanya aku benci dia. Yang pasti, satu kantor ini gak ada yang berani complaine kalau ia menggangguku. Pokoknya, cowok itu jauh dari tipe cowok yang aku idamkan.
Herannya kenapa ya, si Anez, suka sekali cari perhatian sama cowok itu! Saat aku cerita ke Nella, Nella malah bilang, “Jangan benci banget sama Pak Adi, nanti malah jatuh cinta!”. Iiiiih gak banget deh!
Waktu berjalan begitu cepat. Jam dua belas siang sudah di depan mata. Hh… hari ini aku cuma dapat beberapa ucapan dari beberapa orang. Mama and papa tadi pagi, Sisil dan Rea tadi jam sepuluh, dan yang gak disangka si gendeng itu tadi pagi ikut ngucapin!
“Aku ingin….Mempersuntingmu tuk yang pertama dan terakhir,,,” bunyi panggilan masuk untukku dari Rea. Entah napa, aku suka banget lagu Janji Suci itu, mungkin sich itu sebagai doa hehehe. Habisnya mama punya pertanyaan dan menjadi pernyataan favoritnya buatku.
“Sya, dulu waktu mama seumur kamu mama udah gendongin kamu. Kapan sich kamu punya pacar. Malem minggu tuch jalan ma cowok kek. Malam minggu kok doyannya jalan-jalan sama Rea dan Sisil aja! Kapan mau nikah, kalau pacar aja susah dapetnya!”
“Ma, bukan gak mau! Bukan gak laku! Sya masih mau sendiri”.
“Atau mau mama carikan?”
“Eits Ma, Sya udah bilang ya…Sya bukan gak laku!”
Hhhh… dan tadi pagi sebenarnya mama ngomong itu lagi!
“Sya, handphone kamu bunyi kok didiemin aja?” tanya si pengganggu yang membuat lamunanku terbuyar….
“Bukan urusan kamu!” aku langsung teringat panggilan Rea.
“Ya Rea, ada apa?”
“Kok lama banget sich angkatnya?”
“Sorry jeng, ada apa?”
“Ntar sore aku gak bisa pergi makan-makan ma kamu, gak papa ya… soalnya Dito mau balik ke sini. Jadi aku jemput dia. Kamu gak marah Sya?” tanyanya hati-hati.
“Ya udah deh, gak papa. Sisil ikut aku kan?”
“Nah itu dia Sya… Sisil segan bilang ke kamu, hari ini pas banget Tio juga baru balik dari Jakarta. Kamu gimana sya?” tanyanya lagi.
“Ya udah dech, aku gak apa… Besok-besok masih bisa direncanain lagi ya…”
“Udah, kamu pergi aja sama pimpinan kamu yang iseng itu, sapa namanya? Pak adi ya?” hiburnya.
“Enak aja! Jangan sebut nama dia ya…. Ih males benget…”
“Hati-hati, nanti malah suka…”
“Udahan ah. Eh Re, aku istirahat dulu ya….”
“Ok deh, dagh…”
Ya ampun, sedih banget aku….. No one yang nemenin. Ya ampun! Ngapain cowok ni masih di depan aku?
“Makan siang bareng yuk!” tawarnya.
“Makasih deh, duluan aja” jawabku ketus.
“Ya udah aku tungguin kamu!”
God! Makhluk kayak apa sich dia? Gak ngerti ya kalo aku gak mau! Sebel..
“Kriuk…Kriuk…” Oh My God, napa sich, perutku harus bunyi di depan makhluk itu??? Duh, malunya aku.
“Sya, kamu udah lapar lo… buruan yuk kita makan. Jangan bilang kamu gak lapar!” katanya.
“Aku kan udah bilang, aku gak mau makan sama kamu! Kalau kamu lapar, silakan aja makan sana!”
Cowok itu cuma tersenyum. Anehnya, kali ini dia gak menampilkan senyum memuakkannya itu. Tapi, senyuman yang biasa aku temui saat lelaki dewasa menghadapi anakl kecil yang sedang merajuk. Sebenarnya, maniiiis sekali! Ya ampun… aku harus hati-hati, jangan-jangan ini cuma akalnya dia untuk memperbaiki imagenya di depan aku! Aku tidak akan tertipu! Maaf ya!
”Kalau kamu gak mau makan siang sama aku, aku gak akan beranjak dari sini!”
“15 menit! Aku cuma punya waktu 15 menit untuk kamu!” tiba-tiba aku menyetujuinya. Aku gak tau kenapa, refleks banget aku ngeluarin kata-kata itu. Seperti ada yang mendorongku untuk melakukannya dari dalam.
“Well, gak masalah. Kalau sejak awal kamu setuju kan kamu udah kembali ke meja kamu dari tadi!”
Aku melangkah berat sekali. Sekali lagi aku menyesali keputusan dan tindakanku lagi. Ini yang kedua, setelah tadi pagi aku masuk ke ruangannya.
”Soto dua and mix sirsak apel dua” pesannya.
Aku terperanjat. Dari mana lagi dia tau menu kesukaanku di kantin ini?
Gak mungkin kan, dia nguntit aku ke mana pun??? Kurang kerjaan banget!
“Sya, karena kamu hari ini ultah, aku bayarin ya…”
“Gak perlu, aku gak kurang dana kok..” ucapku santai.
“Itu berarti kamu minta aku traktirin di luar nanti malam ya?” dia pun semakin gila.
“Jangan ge er ya!”
“Masih nolak?”
“Terserah!” akhirnya aku mengalah lagi.
“Kadonya dibuka ya Sya, jangan langsung dibuang! Aku tau kamu benci banget ma aku. Tapi, please….kali ini kamu dengerin aku ya..”
Aku cuma diam. Gak mau banyak komentar, karena bisa membuat waktu semakin lama berputar dan artinya, semakin memperlama aku dengan dia.
Ohlala, ternyata hari ini aku lembur… di hari ulang tahunku yang ke 23 aku benar-benar sial. Jam 19.34, parahnya di luar hujan deras. Aku ingin pulang. Tapi tugasku tinggal selembar lagi.
Akhirnya aku selesai, tapi hujan tidak berhenti juga. Kantorku tidak berada di depan jalan raya. Kami harus berjalan sedikit ke arah barat agar sampai di sana. Itulah mengapa, jam segini sudah sangat sepi dan tidak ada lagi taxi yang lewat. Aku berjalan keluar ruanganku, mana tau masih ada teman yang bisa di ajak pulang bersama. Aku takut pulang sendiri. Aku takut bertemu copet atau apalah seperti Nisa kemarin. Ia dirampok saat pulang jam 7 kemarin. Ternyata kantorku sudah sepi, rasanya aku makhluk terakhir yang tertinggal selain satpam di luar sana. Oh ya, telpon aja mama. Mana tau mama mau menjemputku.
“Halo, Mama? Ma, jemput Reisya donk…Kantor udah sepi banget. Gak ada yang bisa anterin Reisya…” kataku begitu mendengar suara mama menjawab telponku tadi.
“Naik taxi kan bisa!” mama menolak untuk menjemputku.
“Jam segini taxi udah gak lewat kantor lagi Ma…”
“Kan mama udah bilang, cari pacar! Kalo punya pacar kan kamu gak akan ngadepin hal kayak gini! Masak udah gede gini minta jemput mama. Gak ah…” mama malah ngomel-ngomel di telpon.
“Jadi tega nich???” ucapku kemudian.
“Usaha sendiri! Pas kamu kuliah, kamu bisa pulang jam satu pagi. Masih jam delapan gini kok gak bisa pulang!” ah,,,Mama kejamnya!
“Ma….” Tiba-tiba panggilan terputus. Ya ampun, habis pulsa!
Sedihnya aku….
Di saat ultah gini mama malah buat aku sedih. Duh, gak mungkin minta tolong Rea dan Sisil. Mereka pasti masih sama cowok mereka..
God, kenapa sich aku masih jomblo???
Mama bener juga. Kalo ada pacar kan gak susah ke mana-mana. Tapi, pacarku kan bukan tukang ojek?????
Hhhh, kuhela napas panjang. Berdoa semoga masih tersisa makhluk yang bisa anterin aku pulang.
“Capek banget ya?” suara itu? Kok masih di kantor?
“Aku sengaja tungguin kamu. Aku takut kejadian perampokan kayak Nisa menimpa kamu. Di hari ultah pula!”
“Siapa yang minta kamu anter!” God, doaku bukan makhluk ini yang tertinggal. Tapi, makhluk baik hati, rajin menabung, disukai banyak orang, alaaaaah...
“Yakin gak mau diantar? Kok pake telpon mama segala?”
“kamu nguping ya???”
“Di jam segini, kantor sepi banget. Jarum jatuh pun masih terdengar..”
”udah dech, aku antar ya…” katanya lagi. Aku mau pulang, tapi gak mau dia yang antar!
“Kalo kamu takut sama aku, kamu aja yang bawa mobil….” Dia berusaha meyakinkan aku!
Melihatku bimbang, ia menarik tanganku dan akhirnya…. Kami di lift berdua.
“Sya, kenapa belum punya pacar?” tanyanya.
“Kalau kamu kebanyakan tanya, aku gak jadi pulang bareng kamu!”
“As you wish, Princess!” sok manis, pikirku!
Di mobil, ia gak banyak bicara. Cuma bernyanyi. Ia suka musik klasik. Wah…. Biasanya kan, cowok-cowok penyuka musik klasik sangat romantis dan tenang. Tapi, aku gak ngeliat itu darinya!
Ih, ngapain juga aku merhatiin dia?
Sebenarnya, aku seneng ada yang bisa mengantar aku pulang, tapi malesnya, aku bisa melihat semua hal yang ia kerjakan di dalam mobil. Ya iyalah, mobil kan gak seluas lapangan bola!
“Sya, aku boleh ngomong jujur ke kamu?” tiba-tiba ia memecah keheningan.
“Aku tau, kamu gak mungkin mau ngomong ke aku. Tapi, setidaknya kamu bisa dengar apa yang aku katakan. Karena aku gak minta apa-apa. Aku cuma pengen kamu tau kalo sebenarnya, aku sayang ke kamu”. Ia mulai bicara panjang lebar.
Hahaha, gak lucu banget ni cowok! Kayaknya, udah mulai mau ngerjain aku lagi.
“Kayaknya, aku turun di sini aja! Ini udah gak lucu banget!” aku angkat bicara.
“Yakinlah Sya, aku gak main-main kali ini!”
“Sekali lagi kamu bicara, aku turun di sini!” ancamku.
Kayaknya ancamanku berhasil. Aku gak tau kenapa, rasanya ada yang berubah darinya. Aku gak melihat senyuman memuakkan itu lagi, aku gak melihat tatapan licik miliknya lagi!
Aaaah! Bisa aja ni cuma sandiwara miliknya! Aku pernah punya temen di kampus yang ternyata ahli banget berakting! Sampe-sampe aku pernah ketipu lebih dari sepuluh kali pas mau nagih hutang!
Lagian nich, logika donk! Mana ada cowok yang tega mainin cewek yang dia suka sampe-sampe buat malu gitu….
Ihhhhhh, ngapain sich aku nebak-nebak maksud cowok ini. Ngabisin waktu aja! Nguras tenaga untuk hal yang gak penting!
Gak terasa, akhirnya aku sampe di depan rumah. Artinya, aku terbebas dari makhluk ini!
“Sya, aku mohon kamu jangan buang kado aku ya!....” pintanya.
Aku cuma diam, tanpa mengucapkan terima kasih aku langsung turun dari mobil.
Ternyata ada mama, papa, Rea dan Sisil di sana!
Melihat aku pulang dengan lelaki mama langsung bersemangat.
“Sya, disuruh masuk dulu toh….” Kata mama.
“Terima kasih Tante, tapi udah malem,,,,kayaknya Reisya butuh istirahat. Tadi di kantor lembur,,” cowok itu menjelaskan.
“Oh, lembur ya, Tante kira jalan berdua…” Ih, mama napa sich???? Ganjen bener! Kayak gak pernah liat temen laki-laki aku aja. Emang sich, udah lebih dari dua tahun ini aku gak pernah berhubungan dengan laki-laki mana pun.
“Ya udah Tante, saya pulang dulu. Lain kali saya janji mampir ke sini” ia pamit.
Emangnya aku bakal bolehin dia ke rumahku???? PeDe amat. Jangan harap ya! Aku janji, ini adalah yang pertama dan terakhir kamu ke sini!
“Hati-hati ya nak,,,” sahut mama dan papa kemudian.
Setelah adegan permisi itu, aku langsung mencubiti Rea dan Sisil. Ternyata mereka sepakat untuk bersandiwara tentang kepulangan cowok mereka!
Mama dan papa juga ikut-ikutan. Mereka membuat pesta kecil untukku yang hanya dihadiri oleh 5 orang termasuk aku. Lucu juga….
Saat makan bersama, Rea mulai mengompori mama.
“Tante, tau gak kalo yang nganter Reisya itu Bosnya Reisya?” kata Rea.
“Ah masak, masih muda gitu!” mama mulai berkomentar.
“Hebatkan Tante, umurnya baru 28 tapi udah S2. tamatan dari luar negeri lagi!” kompor Rea lagi.
“Bisa gak kita gak ngobrolin cowok itu di meja makan?” pintaku.
“Emangnya kenapa?” Mama gak terima usulanku.
“Dia itu nyebelin, sombong, sok, licik, jahat…”
“Kalo emang gitu, kenapa kamu mau di anter pulang?” potong mama tiba-tiba. Mama kok gak percaya anak sendiri sich????
“Ya karena Mama gak mau jemput aku!”
“Kamu kan bisa naik taxi!”
“Mama, udahlah! Kan Sya udah bilang kantor Sya itu sepi banget. Gak ada taxi lagi!”
“OK! Kalo emang dia yang kayak kamu bilang, buktinya kamu pulang dengan selamat!”
Aku gak tau lagi mau bilang apa. Mama tuh kayak impressed ma sikap cowok yang sok manis itu!
Aku semakin benci sama cowok itu! Lain kali, seandainya di kantor ada bencana sampe banjir bandang datang pun, aku gak akan pernah mau diantar olehnya!
Akhirnya, Rea dan Sisil pamit. Jam 1 pagi aku juga belum tidur…. Tiba-tiba aku teringat pada kado dari makhluk amit-amit itu! Seketika aku membuka tasku..
Kotak kado itu berbentuk hati, kecil dan ada sebuah surat yang diselipkan bersamanya. Jujur banget, aku pengen langsung aja membuang kado itu. Tapi, aku penasaran banget sama isi surat itu. Kira-kira dia bakal nulis apa ya????
Palingan dia bilang “Kena! Ketipu sama sikap aku seharian ini ya?”
Gak bakalan dech, aku ketipu. Tapi, kayaknya, aku baca aja dech, mana tau besok dia mo ngerjain aku di kantor…. Seenggaknya, aku bisa membantah surat itu!

“ Happy B*day Reisya….semoga semua doa n harapan yang kamu inginkan terwujud. Amin.
Sebelumnya, aku pengen minta maaf sama kamu atas semua sikap aku yang udah ngebuat kamu marah dan tersinggung. Sumpah, aku gak bermaksud mempermainkan kamu. Aku juga gak pernah berniat isengin kamu. Aku cuma gak sengaja. Sejak awal aku ketemu kamu, aku pengen banget ngobrol baik-baik sama kamu, jadi temen yang baik buat kamu, tapi aku gak tau gimana caranya ngedeketin kamu! Kata orang-orang, kamu orangnya ketutup banget. Awalnya aku takut ngedeketin kamu. Setelah aku pikir-pikir gimana ngedeketin kamu, aku mutusin untuk ngajak kamu becanda, awalnya. Ternyata, aku salah. Mungkin saat itu kondisi mood kamu lagi jelek. Jadinya, kita malah salah paham n akhirnya, aku jadi jelek di mata kamu. Sungguh aku pengen banget jadi temen kamu. Please, kasih aku satu kesempatan. . “


Gila ya, ni cowok! Masa iya??? Ah… aku gak perlu percaya kata-kata dia kan? Paling juga, ia sama kayak yang kemarin-kemarin. Sambil ngedumel, aku membuka kado dari mama, papa, Rea dan Sisil. Tiba-tiba, aku gak sadar udah ngebuka kado dari cowok itu. Awalnya, aku menyangka itu adalah kado dari Sisil, herannya isinya kok cincin? Setelah aku periksa lagi, ya ampun! Aku udah ngebuka kado cowok itu!
Duh, aku harus ngebalikin kado ini. Maksudnya apa sich, ngasih aku cincin? Emang aku pacarnya apa?”
Aku masih memegang cincin itu dan terus memperhatikan. Sepertinya aku kenal banget sama cincin itu. Tapi, di mana ya????
Kayak punya ikatan yang kuat untuk mencoba mengingatnya. Berasa De Javu! Alah... paling juga liat di toko jewellery.
Sumpah, aku gak berhasil tidur malam ini. Ayam tetangga, tersinggung banget karena aku udah nyanyi lebih dulu di pagi ini.
Mama sampe heran banget aku udah bangun. Akhirnya, aku jadi makhluk yang datang ke kantor paling cepat! Tapi, aku ngeliat ruang kantor cowok itu udah diterangi dengan lampu. Apa iya, dia udah datang?
“Eh Reisya, sudah datang ya?” tanyanya basa-basi. Aku gak menjawabnya. Cuma diam dan langsung masuk ke ruanganku.
Nanti, pulang dari kantor aku akan langsung mulangin kadonya yang kemarin.
Ah…. Ternyata hari ini aku lembur lagi! Padahal, aku ngantuk berat…. Ya ampun, berat banget kerjaan aku hari ini. Sebenarnya sama aja kayak semalem, tapi hari ini terasa berat karena aku ngantuk dan lemes banget. Kayak gak ada tenaga gitu…
Kulirik arloji di tanganku, meskipun di dinding ruangan dan di mejaku ada jam juga, aku sudah terbiasa melakukannya. Tepat banget jam 19.00 WIB.
Aku ngerebahin kepalaku di meja kerja. Kuhela napas panjang dan bermaksud untuk menutup mata sejenak….
“Sya, masih ngerjain tugas??” tanya makhluk menyebalkan itu.
Entah kenapa, aku tiba-tiba merasa ia tidak menyebalkan lagi. Aku malah tersenyum manis dan menjawabnya dengan penuh rasa senang.
“Ya, udah ngantuk banget tapi kerjaan belum selesai,,”
“Ya udah, kerjain aja dulu. Aku tungguin kamu..”
“Sayang, makasih ya kadonya aku suka sekali” kataku sambil menunjukkan cincin di jariku.
Aku berjalan mendekatinya dan….
“Mmmmuuaaaachh” aku mengecup keningnya.
Seketika aku juga merasa ia menciumku. Saking terkejutnya aku sampai terbangun!
“Hhhhh”, aku tercekat karena melihat seseorang tepat di wajahku.
“Maaf, aku…” katanya terpotong. Aku bermimpi. Mimpi buruk tepatnya. Aku pun tidak bertanya lebih lanjut ia sedang melakukan apa di ruanganku karena aku keburu shock sama mimpiku sendiri. Aku gak percaya apa yang udah aku lakukan, meski itu di dalam mimpi..
“Sya, kamu gak papa? Udah malem, kayaknya aku antar kamu pulang aja ya…” tawarnya.
Aku melihat jam. Astaga, jam 11 malem!
Tiba-tiba aku teringat pada rencanaku untuk memulangkan kado itu.
Aku meraih tasku, dan…
“Ini kado kamu. Kayaknya aku gak bisa nerima ini.”
“Gak usah kamu pulangin Sya. Kalo kamu gak suka kamu bisa simpan atau buang aja juga boleh….”
“Sya, kita pulang aja yuk. Udah malem. Kamu juga keliatan capek banget sampe ketiduran gitu…” katanya lagi.
“Aku pulang sendiri aja!”
“Naik apa Sya? Udah malem banget. Bahaya kamu naik taxi sendiri.”
Pengennya telpon Sisil atau Rea, tapi jam segini mereka juga udah istirahat. Apalagi jarak rumah mereka ke kantorku jauh banget. Melihatku bimbang dia bertanya kembali.
“ Aku antar ya…”
Aku cuma mengangguk.
Sepanjang perjalanan, aku dan dia hanya diam. Aku masih memikirkan mimpi itu. Serasa aku benar-benar melakukannya begitu juga dengannya.
Aku memperhatikan dirinya. Wajah memuakkan itu tidak ada lagi, berganti dengan wajah teduh seperti yang pernah aku temui dulu. Tapi kini entah kemana aku pun tak tau.
Sampai di depan rumah, aku masih juga memikirkan itu. Lalu ia mempersilahkan aku turun. Lalu membukakan pintu mobil untukku.
Aku terlupa lagi mengucapkan terima kasih sampai ia pun mulai bertanya.
“Sya, kamu sehatkan?”
Aku cuma mengangguk. Sampai di rumah, mama yang bertanya padaku sampai tak terhiraukan.
“Sya, pulang sama bos kamu lagi ya?”
Aku hanya masuk ke kamar dan menjadi perih karena telah mengingat semua yang berlalu.
Tak terasa air mataku jatuh. Aku menangis. Ya menangis. Padahal aku tidak pernah lagi melakukannya setahun ini. Padahal aku juga sudah berjanji untuk tidak lagi melakukan hal ini. Tapi aku tetap menangis sampai tertidur dan menyadari hari telah pagi dan aku harus bersiap ke kantor lagi.
Ketika sarapan mama mengulang kembali pertanyaannya tadi malam yang tidak sempat aku jawab.
Aku cuma mengangguk. Mama seperti menangkap yang lain dari wajahku.
“Kamu sakit Sya?” tanya mama.
“Kalau sakit, biar gak usah ngantor dulu ya…. Kamu kayaknya kecapekan gitu.” kata papa.
“Gak kok Pa, Sya gak apa-apa.” kataku kemudian.
”Sya, kamu kok gak pernah ambil cuti? Kamu udah perlu refreshing kayaknya” saran mama.
Aku cuma mengangguk.
Setelah selesai sarapan, aku segera pamit.
Akhirnya, aku sampai di kantor. Di lobi depan, aku melihat cowok itu duduk sambil membaca koran. Ketika aku masuk, ia tersadar dan memanggilku. Aku berlari menghindarinya. Entah kenapa, aku seperti dikejar masa laluku. Aku begitu ketakutan. Syukurnya pagi itu sepi, tak ada yang melihat mimik ketakutan yang tergambar di wajahku.
”aku mohon, jangan lagi sakiti aku!” kataku.
”Sya, aku gak nyakitin kamu.. Kamu sakit?”
Tubuhku terasa berat dan semuanya gelap....



****









Chapter 2
Dua tahun yang lalu....

”Sya, maaf ya....” Sisil tiba-tiba menarik tanganku.
”Ada apa Sil, kok tiba-tiba minta maaf?”
”Kamu sama Nino masih jalan?”
”Kok nanya gitu? Fine2 aja koq....”
”Boleh kasih usul ke kamu Sya? Itu karena kita temen kamu!” Rea ikutan serius.
Aku cuma mengangguk.
”Sya, kamu tanya Nino sebenarnya hubungan kalian gimana, jangan sampe dia nyakitin kamu!” Sisil mulai terus terang.
”Maaf Sya, kemarin aku liat Nino jalan sama cewek lain yang pasti bukan keluarganya karena aku kenal cewek itu..”
”Trus, kamu gak nanya ke cewek itu mereka ada hubungan apa?” tanyaku berusaha agar tetap tenang.
”Udah Sya, mereka udah dua bulan jalan bareng....”
Pas! Udah dua bulan juga Nino gak jalan bareng aku! Rasanya aku udah nemuin jawaban pertanyaanku selama ini yang sebenarnya aku gak pengen jawabannya kayak gini.
Air mataku menetes....
”Sya, kamu gakpapa kan?”
Rea dan Sisil langsung meluk aku.
”Thanx ya Sil, Re, ntar malem aku langsung putusin Nino!”
”Jangan Sya, tanya dulu....”
”Untuk apa?”
”Seenggaknya kamu tau kenapa dia perlakukan kamu kayak gitu!
”Aku gak mau nanti dia malah nyalahin aku atas kesalahan dia!”
”Sya, aku antar kamu pulang ya....”
Aku mengangguk sekali lagi.

Malemnya aku langsung telpon Nino..
Berkali-kali aku coba telponnya sibuk melulu.
Akhirnya aku tertidur dan berencana ke kantor Nino sepulang kuliah.
Paginya, aku serasa gak sabar untuk langsung ketemu Nino tapi aku harus bertemu dosen pembimbing untuk skripsiku.
Di kampus konsentrasiku buyar! Aku gak bener-bener denger apa yang dijelasin sama dosen pembimbingku. Nino adalah penentu moodku. Aku gak yakin dia tega nyakitin aku. Aku berharap yang dilihat Rea dan Sisil bukanlah Nino. Aku dan Nino udah empat tahun bersama. Aku kenal dia dengan baik. Aku juga kenal semua keluarganya. Gitu juga dengan dia. Gimana mungkin dia ngelupain semua rencana kami?
”Sya, kamu sehatkan?” tanya Bu Dira, dosen pembimbingku.
”Maaf Bu....” pikiranku langsung buyar.
”Besok aja kita ketemu lagi, ya Sya....”
”Makasih ya Bu..”
Aku langsung pamit dan pengen langsung ketemu Nino di kantornya.
Sampe di depan kantornya aku telpon dia. Akhirnya diangkat.
”Da pa Sya?” jawabnya.
”Kamu di mana?” tanyaku singkat.
”Ya di kantor. Sini naik, ngapain di luar?” aku langsung mematikan telpon dan melihatnya dari jendela kantor.
Seperti biasa, dia selalu tau kalo aku udah sampai di depan kantornya.
Handphoneku berbunyi lagi. Nino.
”Sya, aku aja yang turun, udah jam makan siang. Kita makan bareng ya....”
Aku menunggunya di bawah. Nino datang dan mengajakku makan di luar kantor.
Sepanjang jalan aku cuma diam. Dia juga diam. Aku masih bingung mau memulai dari mana. Mana mungkin aku langsung bilang ”Kamu selingkuh ya?”.
”Napa Sya, kok diem aja?” tanyanya.
”Kamu kok gak pernah ke rumah lagi? Jarang telepon aku, kamu kemana aja?”
”Kamu kenapa sya? Curiga ya? Aku gak mau ganggu konsentrasi kamu selagi ngerjain skripsi!”
”Aku juga butuh kamu untuk kasih semangat!”
”Kan aku selalu smsin kamu Sya” jawabnya pelan.
Aku udah kebakaran jenggot, dia masih aja calm. Apa semua laki-laki di dunia gini????
”Tadi malem Hp kamu kok sibuk terus, sini liat!” dengan santainya dia ngasih handphonenya ke aku. Kok malah aku yang deg-degan ya????
Seharusnya, kalo dia selingkuh, dia pasti takut aku periksa handphonenya.
Aku ngeliat panggilan masuk tadi malem. Tercatat nama ”Di”. Aku penasaran.
”Di ini sapa? Dini, Dian, Dita, Dila, Di...”
”Sepupuku Sya, cowok.”
”Kok Di?”
”Namanya panjang, jadi aku singkat aja jadi Di. Lebih mudah kan. Ya udah, kalo gak percaya, kamu telpon aja dia sekalian kenalan”
”Ngapain nelpon kamu sampe lama banget?”
”Dia baru pulang dari luar negeri. Kerja di kota kita lagi! Ntar aku kenalin. Tapi jangan naksir sama dia ya...Hehehehe”
”Dulu Sya, kami kecil barengan. Aku ma dia udah kayak saudara kandung. Makanya, gitu dia pulang aku seneng banget” cerita Nino.
Tanpa Nino tau, aku mencatat nomor ”Di” di tanganku. Ntar di rumah aku akan menyalinnya.
”Soto dua sama mix sirsak apel ya....” pesan Nino.
”Aku gak mau soto hari ini. Bakso aja”
”Tumben Sya, nanti kamu laper?”
Aku menggeleng. Akhirnya Nino pesen bakso juga.
”Aku pengen ngomong sesuatu” kataku.
”Ngomong aja Sya, kok kamu aneh hari ini.
”Kamu yang aneh!” nadaku mulai tinggi.
”Aneh apa Sya?” tanyanya lagi.
Aku cuma diam. Gak tau gimana bilangnya ke Nino.
Pesenan bakso datang.
”Ya udah, kita makan dulu ya Sya....” katanya.
Aku mencampur bakso dengan saus dan cabe. Aku sampe menuang cabe kebanyakan. Nino membuangnya ke piring lain dan bilang “Kamu gak boleh makan cabe banyak-banyak. Nanti kamu sakit lagi”.
Selesai makan aku juga masih gak bisa ngomong ke Nino.
”Sya, aku masih punya waktu untuk anter kamu pulang. Aku anter kamu pulang ya.... kamu masih mau ngomong?” tanyanya.
Aku menggeleng.
”Ntar kalo skripsi kamu selesai, aku akan jelasin semuanya!” katanya lagi. Aku gak tau lagi mau bilang apa. Nino.... please sekarang aja kamu jelasin semuanya.
****

Aku langsung menyelesaikan semuanya secepat mungkin. Aku membuat target untuk membuat pekerjaanku lebih cepat selesai. Setiap hari Nino juga selalu smsin aku agar aku semangat.
Tak terasa aku segera sidang minggu depan. Sebelum sidang, aku meminta Nino datang menemuiku. Tapi yang datang hanya sebuah kotak berisi cincin untukku. Sebenarnya aku marah. Tapi, sms Nino menenangkan aku.
”Sya, kita ketemu pas kamu wisuda ya....” mudah-mudahan Nino menepati janjinya.
Pas di hari wisuda Nino tidak juga datang.
”Mungkin Nino datang setelah selesai acara Sya....” kata mama.
Aku smsin Nino, tapi tak kunjung dibalas. Handphonenya juga tidak diangkat.
Hari ini aku membawa kotak berisi cincin yang diberikan Nino untukku.
Selesai acara, Nino juga tidak datang.
Aku pulang dengan perasaan kecewa dan menghabiskan seluruh rasa kecewaku di atas bantal.
”Sya, ada nyari kamu tu di luar..” panggil mama dari depan pintu kamar.
”Aku langsung menghapus air mata dan berharap Nino lah yang datang.
Aku berlari ke depan dan
”Kamu Reisya?” tanya laki-laki yang ternyata bukan Nino.
”Aku sepupu Nino..” jelasnya.
”Di?” tanyaku.
”Bukan. Aku sepupu Nino dan Di, kenalin aku Bian”
”Ada apa? Nino mana?”
”Aku cuma mau anter ini buat kamu. Ini....” Bian menyerahkan sebuah surat.
”Nino mana?” tanyaku.
Bian diam. ”Aku hanya butuh Nino, bukan surat dan cincin ini.”
”Tolong Sya, kamu terima surat ini”
”Aku terima, tapi pulangin cincin ini ke Nino.”
“Aku gak mau simpan cincin ini sampe Nino sendiri yang nyerahin ke aku.”kataku lagi.
Bian pun pamit.
Sepulang Bian aku membuka surat Nino.

”Dear Reisya....
Maaf ya sayang, aku gak bisa tepatin janjiku. Bukan Cuma janji untuk menjelaskan semuanya ke kamu. Tapi juga janji untuk mewujudkan semua mimpi kamu yang indah. Sesungguhnya aku mau sekali. Tapi aku tidak bisa.
Keadaan memaksaku untuk jauh dari kamu. Aku juga sedih. Aku sempat berfikir untuk memberitahu yang sebenarnya, tapi aku takut membuatmu sedih dan menghancurkan hidup kamu.
Aku harus pergi Sya, dari kehidupan kamu. Aku minta maaf....
Terima kasih untuk semua kenangan yang kamu beri ke aku. Percaya Sya, aku cuma sayang kamu. Aku gak pernah bermaksud nyakitin kamu. Selamanya, hanya kamu yang aku sayang....”


Aku tidak menangis membacanya. Aku marah. Kecewa dan memutuskan untuk tidak lagi menangis selamanya.
Nino pasti sudah pergi ke kota lain bersama perempuan itu. Karena sejak itu aku tidak pernah melihat Nino. Nomor handphonenya sudah tidak ada dan dia ternyata sudah resign dari tempat kerjanya sebulan yang lalu.
Saat itu juga aku tidak ingin mengenal semua laki-laki. Aku cuma ingin mendengar penjelasan Nino. Kenapa ia tega meninggalkan aku dengan semua tanda tanya. Di mana letak kesalahanku sampai ia tega nyakitin aku.
****








Chapter 3
Mh.... hari ini aku mulai merubah mindsetku tentang keberadaan Pak Adi.
Aku tidak akan lagi menjaga jarak dengannya. Aku mencoba bersikap profesional untuk menempatkan ia menjadi pimpinan di kantor dan berusaha untuk tidak terlalu dekat dengannya.
”Pagi Sya..” sapa Pak Adi sesampainya aku di kantor.
”Pagi Pak..” jawabku datar.
Wajahnya bingung melihat aku berubah pagi ini. Meskipun begitu, sempat kulihat seberkas senyum di wajahnya.
Aku merasa tidak ada gunanya menyimpan energi negatif yang bisa membuat aku sendiri rugi. Apalagi aku baru menyadari kalo aku bersikap jahat padanya karena teringat pada masa laluku. Entah kenapa, melihat matanya seakan melihat Nino yang dua tahun lalu meninggalkan aku.
Padahal, wajah mereka tidaklah mirip. Aku merasa begitu karena sesuatu yang sama ada pada mereka. Pertama matanya, kedua..... apa ya????
Ada yang sama, tapi aku belum menyadarinya. Tapi aku yakin ada yang sama!
Aku mencoba-coba mengingatnya, tapi ya udahlah, gak usah mikirin itu terus. Aku malah keinget Nino dan kekecewaanku. Karena tenggelam dalam lamunan aku sampe tidak menyadari sejak lima menit yang lalu ada yang masuk ke ruanganku dan memperhatikanku sejak tadi.
”Eh....” aku bengong dan tidak tahu mau berkata apa..
”Maaf, gak enak ganggu lamunan kamu. Serius banget, lagi mikirin apa sich?”
”Mh....” sebenarnya males banget ngejawab pertanyaan gak penting gitu....
”Gak usah dijawab.... Cuma mau bilang, ntar siang boleh makan bareng gak?” tanyanya.
”Makasih Pak, tapi saya bawa bekal..” ini nich, cara aku untuk menghindari dia!
”Oh, saya juga bawa! Kita makan sama ya....” hah! Dia bawa bekal? Masak sich?
”Kamu keberatan ya....”
”Gak keberatan, cuma saya mau makan di meja kerja aja..” alesan lagi nich....
”Jangan Sya, menurut penelitian meja kerja tu lebih banyak kumannya 3X lebih banyak dari toilet!” katanya lagi. Ya ampun! Ni orang gak ngerti penolakan halus ya....
”Kita makan bekal di kantin aja ya....” tawarnya.
Akhirnya aku cuma bisa ngangguk nyerah.
Saat makan siang tiba juga. aku sadar bukan karena jam di komputer atau di tanganku apalagi di dinding. Aku menyadari saatnya waktu istirahat karena sudah ada makhluk itu di depanku.
Aku mengeluarkan kotak makanku.
”Sya, awet juga ya kotak bekal itu!”
”Hah!!” aku terperanjat. Gimana mungkin dia bisa tau umur kotak bekal ini? Kami baru kenal tiga bulan dan dia belum pernah melihat kotak bekal ini!
Aku baru sadar, ini kotak bekal yang diberi Nino beberapa tahun yang lalu saat aku lagi rajin-rajinnya bawa bekal ke kampus.
”Tau dari mana?” tanyaku datar.
”Mh... aku pernah belikan kotak yang sama untuk adik sepupuku beberapa tahun lalu. Cuma nebak aja.... kenapa?” tanyanya balik.
Aku cuma diam.
”Sya, yuk ke kantin..” ajaknya.
Kenapa ya, anak ini selalu ngingetin aku ke Nino! Cukup Sya, mungkin ini cuma kebetulan. Gak usah terlalu dipikirin.
”Na, kotak bekalku mana?” tanya pak Adi. Nana penjaga kantin di kantor ini. Sebenarnya aku suka banget soto di kantin ini, sayangnya aku udah bawa bekal.
”Kamu masak apa?” tanya pak Adi.
”Gak masak, mama yang masakin. Cuma bawa ayam sama sosis goreng..”
”Emang kamu bisa makan kering gitu?”
”Gak sich.... Ni mau beli kuah soto”.
”Gak usah, aku bawa soto hari ini. Bentar ya... aku ambilin mangkuk dulu..”
Masak soto pagi-pagi? Apa mungkin??
Dia menuangkan kuah soto ke mangkuk. Ada yang aneh dengan kotak bekalnya. Kok bentuk Hello Kitty?
”Kenapa Sya, aneh ya kotak bekalnya? Punya adikku nich..”
Setelah ia meletakkan kuah ke mangkuk, ia menyerahkannya ke aku beserta cabe dan jeruk nipis.
”Cabe dan jeruk nipis juga bawa dari rumah Pak?” tanyaku yang sebenarnya mengejek.
”Sya, kalo gak di kantor boleh panggil aku kamu kok.... gak usah panggil Bapak. Kalo jeruk nipis dan cabe sih, minta sama Nana” jelasnya.
Aku meletakkan cabe, sesendok, dua sendok dan hampir sendok ketiga....
”Sya, jangan banyak-banyak nanti kamu sakit!” katanya.
God!!!! That’s Nino’s sentence!
Kenapa bisa dia ngucapin kata-kata itu! Tau dari mana dia!
”Tau dari mana kalo penyakitku bisa kumat kalo makan cabe kebanyakan? Kamu siapa? Kenapa kamu selalu tau semua tentang aku? Apalagi yang kamu tau!” tanyaku marah! Seakan-akan dia Nino, akhirnya aku tau persamaaan mereka! Dia tau apa yang Nino tau!
”Maksud kamu Sya?” tanyanya pura-pura bego!
”Jangan banyak omong. Kamu tau ulang tahun aku, makanan dan minuman kesukaan aku, tau soal bekal ini, dan tau kalo aku gak boleh makan pedas! Dan masih banyak lagi!” kataku.
”Sya, aku tau ulang tahun kamu dari HRD. Semua data pegawai ada di sana. Tau makanan dan minuman kamu dari Nana. Hampir setiap hari di kantin kamu selalu pesen itu! Kotak bekal itu kan udah aku bilang kalo aku pernah beliin buat sepupu aku.” jelasnya.
”Lalu soal cabe?” tanyaku lagi.
“Sya, semua orang, kalo makan cabe kebanyakan bisa sakit! Sakit perut! Wajar kan aku ingetin kamu Sya....”
Ya ampun! Aku udah salah sangka.
”Maafin aku ya, aku....”
”Gak apa Sya, makan yuk!!”
Aku diam saja selama kami makan. Anehnya, rasa soto ini mirip banget sama soto kantin! Jangan-jangan.....
Setelah selesai makan, ia pamit sebentar. Penasaran aku membalik kotak makannya. Tertulis ”Nana”.
Huh dasar! Dia pasti gak bawa bekal dan minjem kotak bekal Nana!
Setelah ia kembali aku bertanya ”Adik kamu namanya siapa?”
”Dicha.” jawabnya singkat.
”Besok, kalo gak bawa bekal jangan pinjam punya Nana ya....” sindirku.
Ia cuma tersenyum...
****

Aku seperti yakin Adi tau sesuatu yang lain tentangku. Aku merasa ia cuma beralasan saja.
Suatu hari aku pasti bisa membuktikannya!
”Mikirin apa sih Sya....” tanya Rea.
”Iya nich, dari tadi bengong aja!” Sisil juga ikut-ikutan.
”Gak bengong, aku cuma bingung aja milih yang mana, baju yang ini atau ini.” tunjukku.
”Yang ini mana mungkin kamu suka! Jangan asal ya Sya, jujur aja kamu lagi mikir apa?” tanya Sisil. Sambil nunjuk baju berbahan rajut. Aku memang gak suka bahan rajut selain sweater. Kesannya nenek-nenek. Hehehe.
”Mungkin Reisya lagi jatuh cinta sama bosnya, sapa tu namanya. Pak Adi!” sambar Rea.
”Hush, enak aja. Awas ya...” kataku sambil nyubit Rea.
”Sya,makan dulu yuk...” ajak Sisil.
”Ntar, aku bayar dulu yang ini ya....” kataku.
Setelah itu kami beralih ke tempat makan favorit kami.
”Ada apa nih.... katanya ada yang mau nraktir ya?” tanyaku.
”Iya, Sisil mau nraktir tapi.... kamu dulu yang cerita, kamu kenapa Sya....” kata Rea.
”Aku fine koq...” kataku.
”Fine gimana kalo mama ikut-ikutan khawatir..” kata Sisil.
”Cerita donk Sya, kita kan sahabatan. Gak boleh ada rahasia!” bujuk Rea.
”Aku bingung mau mulai dari mana. Tapi aku cuma bisa bilang kalo ada seseorang yang ngingetin aku ke Nino..” jawabku.
”Siapa?” tanya Rea bersemangat.
”Masalahnya bukan siapa orangnya Re, tapi aku gak suka!” jawabku lagi.
”Jadi, kamu benci sama setiap orang yang ngingetin kamu ke Nino?” tanya Sisil ketakutan.
”Gak sih, cuma....”
”Duh gimana ni Re....” tanya Sisil ke Rea.
”Emangnya napa sich? Kok kamu yang bingung!” tanyaku ke Sisil.
Rea jadi angkat bicara. ”Bukan gitu Sya, masalahnya Tio udah ngelamar Sisil..”.
”Ya ampun Sil, Selamat ya... dilamar kok masalah?” tanyaku lagi.
”Masalahnya Sya, keluarga Tio pengen pernikahannya diadain bulan sembilan ini..” kata Sisil.
”Kan bagus, makin cepat makin baik Sil....” kataku.
”Sya, tanggal 9 bulan 9 tahun 2009!!!” jelas Rea.
Air mataku hampir menetes....
Ada apa dengan ini semua! Kenapa semua orang berusaha ngingetin aku ke Nino!
Dulu.... aku dan Nino berencana menikah di tanggal itu!
Semuanya buyar.
”Sya, kamu gak apa-apa kan?” tanya Sisil.
”Gak Sil, semuanya udah berlalu.. untuk apa diinget lagi!”
”Thanx ya Sya...” kata Sisil. Aku mengangguk.
Pesenan kami akhirnya datang!
”BTW Sya, siapa sich orang yang kamu maksud?” tanya Rea.
”Napa? Mau tau aja!” kataku.
”Mh, Cuma nanya masak gak boleh....”
”Gak usah deh, ntar kalo udah kebukti baru aku kasih tau semuanya. Pake press conference. OK!” kataku.
”Huuuuh” semua pendengar pada protes.



****










Chapter 4
Selepas membaca surat Nino yang terakhir aku membongkar isi kamarku. Mencari sebuah notes yang berisi catatan nomor Di sepupu terdekat Nino! Aku ingin tau di mana Nino. Aku ingin Nino menjelaskan semuanya padaku!
”Ya ampun Sya, kamu kenapa?” mama khawatir melihat keadaanku. Mama melihat isi kamarku yang sudah berantakan seperti hariku ini. Padahal seharusnya ini adalah hari yang menggembirakan buatku. Ya hari wisudaku membuat aku membenci setiap wisuda. Itu sebabnya aku tak pernah lagi menghadiri setiap undangan wisuda dan aku juga tidak mau melanjutkan studi karena alasan ini. Aneh memang tapi ini nyata buatku.
Aku hanya diam dengan pertanyaan mama. Ia membelai kepalaku dan mengusap air mataku.
”Ma, tolong carikan notes kecil hitam Sya ya..” pintaku. Mama mengangguk. Di luar aku melihat mama sibuk membongkar setiap sudut rumah. Notes kecil itu tidak ditemukan!
Sudahlah, pikirku. Mungkin aku harus menemui Nino dengan caraku sendiri. Bukan melalui Di. Aku mengambil kotak besar dari gudang rumah. Aku memasukkan semua barang yang mengingatkanku pada Nino. Tentu saja tidak muat! Aku dan Nino pacaran empat tahun dan hampir mengenalnya selama lima tahun.
Aku pun kembali pada pertemuan pertama kami..
Saat itu langit mendung. Aku baru pulang sekolah. Aku ketemu Nino saat duduk di kelas dua SMA pada saat ujian kenaikan kelas.
Aku pulang sendiri. Setiap hari aku selalu memakai cardigan di sekolah. Entah mengapa pada saat itu cardigan adalah pakaian wajib anak-anak cewek di sekolahku. Pada saat cuaca panas pun kami selalu memakainya. Sialnya, hari ini aku lupa memakainya. Padahal, langit akan menangis beberapa detik lagi tapi aku belum sampai di halte. Aku berlari sekencang mungkin namun aku terlambat. Air langit itu menetes dengan derasnya dan membasahi bajuku yang putih. Kebayang kan betapa malunya aku pulang dengan baju transparan karena air hujan. Aku malu naik angkutan umum dengan baju yang basah. Tidak mungkin pula naik taxi dengan keadaan seperti tikus kecebur got. Duh, aku mulai kedinginan. Tiba-tiba..
”Aaaaah” seseorang yang naik motor menyipratkan genangan air ke arahku.
Aku menjerit dan ”Hei, jangan sembarangan ya.... kembali!” teriakku.
Si pengendara motor itu pun kembali. Jantungku naik turun menahan emosi.
Aku lebih jelek dari tikus kecebur got sekarang.
”Maaf Mbak, gak sengaja. Saya buru-buru” katanya.
”Maaf maaf! Sekarang aku gimana. Jorok gini, pulang naik apa?” kataku lagi.
”Ya udah Mbak saya antar ya..”
”Alah... gak usah” tolakku. Tiba-tiba aku bersin.
”Tu kan Mbak, ntar sakit.. yuk saya anter. Nih pake jacket saya..” katanya.
Aku meraih jacket itu. Dan naik di belakangnya. Sepanjang jalan aku bersin-bersin. Ia menawarkan helmya buatku. Tapi aku menolaknya. Akhirnya kami sampai.
”Maaf ya Mbak, mh... jacketnya besok aja saya ambil. Saya buru-buru. Sekali lagi maaf ya...” ia pun berlalu tanpa membuka helmya. Aku tidak tahu wajahnya, namanya apalagi no telponnya. Mh.... aku juga tidak berkata apa pun.
Mama mengambilkan handuk untukku. ”Cepetan mandi gih,”katanya.
Esoknya, ia tidak datang mengambil jacketnya. Dua hari kemudian ia juga tidak datang. Sampai akhirnya aku libur sekolah kenaikan kelas.
Saat itu, aku sedang duduk di teras rumah dan melihat seseorang datang.
”Permisi....” kata seorang cowok menghampiri aku yang sedang membaca novel real story.
”Ya, cari sapa mas?” kataku.
”Cari kamu..” katanya yang langsung membuatku terkejut karena merasa tidak mengenalnya dan aku memperhatikannya dari atas sampai bawah.
”Kamu siapa ya? Kayaknya aku...”belum siap aku bertanya, ia sudah memotong.
”Saya mau ambil jacket yang..”
”Oh...” aku pun memotong penjelasannya karena aku sudah mulai mengerti dan mengenali siapa cowok ini.
Entah kenapa aku mulai salah tingkah dan kemudian aku mempersilahkan ia duduk.
Aku pun masuk ke dalam, lalu mengambil jacket.
Saat mengambil jacket, mama bertanya, ”Sya, sapa tu di depan..”.
”Temen Ma,”
”Buatin minum donk..” katanya.
Aku mengangguk dan beranjak ke dapur membuat minuman.
Aku ke depan dan mengantar minuman untuk cowok yang belum kukenal itu.
Aku sempat memperhatikan ia dari jauh. Ternyata lumayan juga, hihihihi. Soalnya, pas dia nganterin aku pulang dia tidak membuka helmnya. Jadi, aku tidak sempat mengenali wajahnya.
”Gak usah repot-repot,” katanya.
”Gak kok..Mh..” aku jadi deg-degan.
Aku tidak tau mau ngomong apa. Ia pun hanya diam memperhatikan aku. Sampai akhirnya..
”Gak sekolah?” tanyanya.
”Lagi libur ni.. kamu?” tanyaku balik.
”Gak sekolah lagi..”
”Loh kenapa?” tanyaku polos.
”Udah kuliah..” jawabnya. Ya ampun Sya, buat malu aja!
”Udah semester berapa?” tanyaku kemudian.
”Semester akhir, ni lagi penelitian. Kamu udah kelas berapa?”
”Baru naik kelas 3 SMA, oh iya diminum mas minumannya..”
Ia mulai minum dan bertanya lagi. Kali ini pertanyaan yang harusnya ditanyakan saat pertama sekali bertemu.
”Oh ya, nama aku Nino! Nama kamu?”
”Sya, Reisya..”jawabku. Kami memang aneh, bukannya tanya nama terlebih dahulu malah nanya soal sekolah..
”Kenapa baru sekarang ambil jacketnya?” tanyaku.
”Sakit, hehehe. Abis ujan-ujanan itu besoknya flu.” katanya tanpa takut aku akan mencapnya anak mami. Maklum aja, cuaca saat ini emang gak bisa ditebak. Siang bisa panasnya minta ampun, sorenya hujan lebat.
”Mh.. Sya, aku pamit dulu ya.. ada janji sama dosen. Rumahnya deket sini juga..”
”Ya udah, hati-hati ya..” Oops, aku gak sengaja mengatakan hal itu. Hati-hati? Kayak melepas pacar pulang aja!
Ia mengangguk dan berlalu.
Ia sudah menghilang dari pandangan dan aku masuk ke kamar. ”Hehehe, Nino!” ujarku tanpa sadar. Aku senyum-senyum masuk ke kamar dan teringat satu hal..
Ya ampun jacketnya!!!!!
****

Dua hari ini jacket Nino ada di kamarku. Aku memperhatikannya, tersenyum dan diam-diam menyetrika ulang jacket itu. Norak gak sich???? Hatiku menyangkal rasa norak itu dengan mengatakan ini cuma wujud rasa terimakasihku kok. Apalagi karena ia tidak pake jacket, sampe sakit lagi!
”Sya, temen kamu dateng tu..” ujar mama.
”Temen yang mana Ma?” tanyaku.
”Itu loh.. cowok yang udah buat kamu jadi aneh!”
”Ih Mama, Nino ya?”
Mama mengangguk.
Aku berlari ke depan sambil merapikan pakaianku.
”Maaf ya, Sya lupa jacketnya..” kataku to the point.
”Gak papa,” katanya.
“Bentar ya, biar Sya ambil dulu” aku berlari ke kamar dan mengambil jacket Nino.
”Duh, jadi bolak-balik nich, maaf ya.” kataku lagi sambil menyerahkan jacket itu.
”Mungkin memang harus sering-sering kemari nich..” akhirnya ia bercanda. Tapi candanya sempat membuatku ge er.
Entah bagaimana caranya kami bertukar nomor telepon. Ia tidak lama di rumahku saat itu namun kami pasti bisa ketemu lagi.
Malamnya, aku menunggu telpon atau sms darinya. Tapi ia tidak melakukannya. Iseng, aku menyembunyikan nomor identitasku dan menelponnya. Saat ia mengatakan halo, aku mengakhiri panggilan. Jantungku deg-degan. Rasanya aku malu melakukannya. Aku sempat berfikir mungkin aku menyukainya. Tapi aku buru-buru menepis anggapan itu.
Duh gimana ni ya.. aku sms aja dech.
Saat mengetik sms, ada sms baru masuk ke inboxku. Aku membuka, Nino!
”Thanx ya Sya, jacketnya wangi banget!”
Oh.... senengnya. Aku bales apa ya? Eh gak usah dibalas ah, ntar dikira Nino aku nungguin sms dia! Tapi kan emang bener. Duh gimana ya? Mh, balesnya 15 menit lagi aja. Tapi kalo gak dibales cepet-cepet ntar dikira Nino aku gak suka disms dia?
Mh, bales aja dech sesingkat mungkin. Biar dia penasaran.
Eh, tunggu! Kenapa dia sms aku setelah aku miss call? Jangan-jangan dia tau kalo aku yang miss call dia! Mama, help me!
Saking kelamaan bales sms Nino, sms kedua darinya datang.
“Sya, kamu lagi pa?”
Nah loh.. jawab aja Sya! Ayo cepat, sebelum dia bosan nunggu.
Aku pun membalas, ”Eh Nino ya? Sya lagi gak ngapa-ngapain kok...”
Kemudian sms ketiga datang ”
”Aku telpon boleh kan? gak ganggu?”
Segera aku menjawab, ”Gak ganggu kok..”
Aku dan Nino telpon-telponan dan sampe gak sadar jam udah nunjukin angka 12. Hebatnya, aku gak ngantuk sama sekali. Soalnya, Nino asyik banget diajak ngobrol! Ternyata, kami punya hobi yang hampir sama. Nino suka nonton juga. Mh, asyiknya lagi, besok Nino ngajakin nonton!
Rencananya sich, kami mau nonton film yang baru premiere. Mh, jadi hak sabar nich nunggu besok tiba.....
Aduh,,,, pake baju apa nich? Milih baju sekarang aja dech, takutnya besok gak ada persiapan. Tapi, kalo aku kurang tidur, takutnya besok mataku berkantung... aduh gimana nich????
Ya udah dech, besok minta mama yang bantu aku milih baju....
****











Chapter 5
Aku pulang ke rumah dengan perasaan bingung. Cepat-cepat aku masuk ke kamar dan melihat mama duduk di atas tempat tidurku.
”Ma, ada apa?” tanyaku.
”Mama cuma khawatir sama kamu,,” jawab mama.
”Loh, napa? Sya baik-baik aja koq Ma....”
”Kamu gak bisa bohongin mama Sya, mama kenal kamu sejak 24 tahun yang lalu..”
Aku tidak bisa berkelit lagi, Mama adalah orang pertama yang selalu menyadari perubahanku.
”Ma, jangan khawatir. Sya udah berusaha berubah.”
”Kamu makin aneh beberapa bulan ini. Kamu gak mau cerita sama Mama?”
”Kalo besok aja....”
”Sekarang aja Sya, gak usah dipendam, mama khawatir sama kamu. Mama gak mau semuanya terulang kayak dulu.”
”Mh,,,, Ma, ada seseorang yang selalu ngingetin Sya sama Nino..”
”Bos kamu ya..”
”Mama tau dari mana?”
”Dari cara kamu melihatnya...”
”Loh, Sya kan benci sama dia, ya beda donk dengan cara Sya ngeliat Nino Ma..”
”Itu dia Sya, kamu membalas kekesalan kamu ke dia seakan-akan dia Nino!” dari mana mama bisa melihat sejauh itu. Sesaat aku membenarkan ucapan mama dalam hatiku.
”Tapi udah gak lagi kok Ma, Sya udah berusaha menepis semuanya..”
”Ya udah, kamu tidur dulu ya... besok kamu kerja lagi, pasti capek banget!”
Malam ini sungguh bukan Nino yang ada di pikiranku. Entah kenapa malah Pak Adi yang aku pikirkan. Aku masih penasaran dengan keberadaannya. Kenapa dia selalu tau semua tentangku.
Sudahlah, aku masih butuh tenaga untuk besok. Selamat malam....
****
Hari ini, seperti biasa aku sudah duduk di depan komputerku. Aku tidak membawa bekal karena aku tidak mau makan bareng Pak Adi. Aku mengajak Rea dan Sisil makan bersama siang nanti.
Hari yang indah karena hari ini aku bisa makan tanpa melihatnya. Tidak terasa jam makan siang sudah mendekat. Itu pun aku ketahui karena Sisil dan Rea sudah menunggu di bawah.
Aku cepat-cepat merapikan pekerjaanku dan mau lari sebelum ia menghampiriku. Ketika melewati ruangannya aku setengah berlari dan merasa sangat aman ketika aku sudah menaiki lift ke bawah.
Aku melihat Sisil dan Rea, namun ternyata impianku untuk makan siang tanpa Dia bisa berantakan.
”Loh, Bapak kok di sini?” tanyaku.
”Gak usah panggil Bapak, sudah di luar kantor. Kebetulan sekali, saya mau makan di luar, Rea dan Sisil juga bilang mau makan di luar. Tempatnya sama lagi. Jadi, sekalian aja...” jelasnya panjang lebar.
Aku melihat ke arah Rea dan Sisil, mereka menggeleng pertanda tidak ikut-ikutan mengajak si Bos makan siang. Mau bilang apa lagi, tidak ada alasan kuat yang bisa membuat Pak Adi mengurungkan niatnya.
Sepanjang jalan, Sisil dan Rea bercanda di jok belakang. Pak adi menawarkan diri untuk menjadi supir sementara dan aku mau tidak mau duduk di sampingnya.
Makan siangku yang biasanya begitu meriah bareng Rea dan Sisil kini menjadi makan siang paling resmi karena ada Pak Adi di tengah-tengah kami. Aku jadi gak enak untuk bercanda.
Aku merasa terkekang. Jangankan untuk tertawa lepas seperti biasa saat bersama mereka, untuk bicara saja aku enggan.
Belum lagi aku teringat saat kuliah dulu. Makan berempat dengan Rea, Sisil plus Nino. Malah biasanya Nino yang mencairkan suasana dengan Joke miliknya.
”Sariawan Sya?” canda Sisil.
”he eh...” aku berusaha mencari alasan. Akhirnya mereka lagi-lagi tertawa.
Asli, makan siang yang cuma setengah jam berjalan lama banget. Sebelum balik ke kantor, Pak Adi pesan dua vanila milk shake.
Lagi-lagi aku terperanjat. Ini bukan kebetulan lagi. Nino sering banget pesan vanila milk shake setelah habis makan di sini. Bedanya, Nino selalu menyerahkan satu vanila milkshake untukku. Aku semakin curiga. Jangan-jangan dia mengenal Nino!
Namun aku menyimpan kecurigaan itu dalam benakku. Suatu saat nanti aku akan membuktikannya!
****
Malam ini aku kembali memikirkannya. Aku teringat pula pada Di, sepupu Nino yang dapat memberi penjelasan tentang hilangnya Nino dari hidupku.
Kenapa Nino tega banget ninggalin aku sendiri tanpa penjelasan. Apalagi ia pergi saat hubunganku dan dia lagi berantakan. Kenapa Nino menyisakan ribuan tanya dalam diriku.
Setelah capek mengingat semuanya, tak terasa aku sudah terbangun kembali dari tidurku. Untungnya ini hari libur. Aku mengurungkan niat untuk bangkit dari tempat tidurku.
Hm.... aku mencium aroma mawar yang terasa sangat dekat denganku. Aku melihat seikat mawar di atas meja di samping tempat tidurku. Tak ada nama, hanya sebuah kalimat.
”Aku ingin kamu kembali ceria seperti dulu....”

Aku segera menghampiri mama yang duduk di depan TV.
”Maa, kurang kerjaan dech...” kataku sambil menyerahkan bunga itu ke mama.
”Emangnya dari sapa Sya?” mama gak ngerti kalo aku tadi udah nunjuk mama.
”Ya Mama donk,,, masak anak sendiri dikirimin bunga,,”
”Yeeee, Mama sich nemu di teras rumah tadi pagi..”
”Bener?”
”Ya, iyalah,,, emangnya Mama kurang kerjaan apa, mau ngebeliin seiket mawar buat kamu! Mahal tau!!”
Dengan cueknya, aku cuma meletakkan mawar itu di teras kembali.
Aku kembali ke kamarku, tidak lama Mama memanggilku.
”Sya... tamu kamu tuh..”
”Siapa Ma?”
”Liat aja sendiri..”
Huh, Mama.. Cuma nanya aja payah banget jawabnya.
Aku berjalan ke teras rumah menemui orang aneh yang dateng di jam 11 siang. Aku gak pernah punya tamu aneh gini.. ya, kecuali Rea dan Sisil.
”Sya, Baru bangun? Masih pake baju tidur..” Mama,,,, jeritku dalam hati. Kok gak bilang sich yang dateng cowok ini!!!!
”Mh.. udah dari pagi, cuma males rapi..” alesanku.
”Gak ada kegiatan atau acara gitu?”
”Dateng kemari mau wawancara?” tanyaku balik.
”Mau ngajakin kamu keluar..”
”Lagi males keluar nich..” kembali alesan bergulir. Yang bener tuh, lagi males keluar sama orang aneh ini. Masak sich, udah ketemu 5X8 jam seminggu harus ketemu lagi di weekend gini??
”Mh... boleh kan, saya minta tolong.. sebentar aja.”
”Kenapa harus sama saya?”
”Karena saya lebih kenal kamu daripada yang lain di kantor”
”Just it? Gak ada alasan lain?”
”Alasan apa Sya?”
”Mh... maksud saya, bukan itu, ya... alesan apa gitu kek..” duh,, ngomong apa sich Sya??? Ntar dia mikir,, kalo aku pengen dia ngasih alesan kalo dia suka aku... bodohnya Sya..
”Gak ada alasan lain Sya..”
”Kalo saya nolak, gimana?”
”Ya, gak masalah.. saya di sini aja. Ini juga udah keluar dari rumah saya..”
Mh.. maunya apa sich ni cowok.. let me think,, kayaknya aku bisa melanjutkan misi untuk tau siapa dia sebenarnya..
”Ok.. tunggu bentar ya..” mimik mukanya berubah seketika namun ia terlihat senang..
Jangan senang dulu,, Sya punya maksud lain, dalam hati aku berkata..
”Sya..” panggilnya ketika aku beranjak masuk rumah.
”Napa?”
”Kasian bunga cantik gini diletakkin di lantai teras..”
”Untuk kamu aja..” dia terkejut dengan argumenku..
Setelah masuk kamar, aku malah terdiam beberapa saat di depan lemari pakaianku.
Hhhh, Sya. Yang pasti kamu gak boleh bingung milih baju hanya karena mau keluar sama Adi!!
Berasa seperti mau keluar sama Nino..
Gak lama, aku cuma memakai terusan batik santaiku..
Tanpa make up, cuma foundation dan lipbalm aku sudah siap untuk pergi.
”Sya pamit Ma..”
””Tante, permisi dulu.. ” Mh.. Sok ramah, pikirku..
Di dalam mobil, aku cuma diam karena bingung harus mulai dari mana bertanya ke Adi..
”Saya suka liat perempuan yang pake terusan gitu, kesannya lebih anggun..” ia memecah keheningan.
”Terimakasih, tapi saya lagi gak bawa uang kecil..”
Ia malah tertawa..
”Kamu bisa bercanda juga ya..”
Bercanda??? Aku barusan ketus dech.. ngerti gak sih ni orang??
”Apalagi yang dandanannya minimalis, jadi lebih natural..”
”Pernah baca di mana? Majalah adik kamu??”
”Yang kayak gitu, gak perlu belajar dari majalah saya juga tau..”
”Kamu punya saudara di sini??” tanyaku kemudian.
”Ada, kenapa?”
”Mh.. tinggal di mana?”
”Kamu mau ke sana? Biar kita pergi sekarang..”
”Gak, cuma nanya.. kita mau kemana?”
”Nonton! Ada film baru yang belum sempat aku tonton kemarin..”
”Kamu kok gak bilang dari awal?”aku keberatan.
”Habisnya kamu gak tanya..”
”Film apa?”
”Itu loh... sekuel dari film Heroik Amerika..”
”Ini kebetulan atau memang semua laki2 suka nonton film tentang Hero?”
”Kalo ada laki-laki yang gak suka film tentang Hero, minimal dia suka film action..”
Lagi-lagi aku berasa nonton dengan Nino dan film action!
Aku harus tanya langsung ya?? Duh, gak mungkin lah aku menanyakan apa dia kenal Nino atau kamu kenal Bian,, atau siapa kek,, sodaranya Nino!!
Mh... aku tau!!
”Boleh pinjam handphone?” tanyaku.
”Nih...” mudah banget dia ngasih handphone nya dan tidak bertanya mau apa aku dengan handphone nya..
Aku mencari-cari nama Nino dan Bian. Ternyata tidak ada!
Lalu aku mencari Di, namun tidak juga ditemukan!
”Napa Sya.. yuk dah sampe!”
Aku turun dan menyerahkan handphone nya.
Setelah turun, ia menarik tanganku seakan aku ini pacarnya. Aku melihatnya tak suka. Namun ia tidak merasa bahwa aku keberatan dengan sikapnya.
Ia melihatku dan hanya tersenyum. Hhhhh, terbuat dari apa sich sampe gak ngerti aku tidak suka dengan ini semua!
”Aku bisa jalan sendiri kok, gak usah ditarik,,”
”Gak ditarik kok Sya, cuma pegang..”
”Tapi aku gak suka..”
Lalu ia melepaskan jemarinya dari tanganku.
Setelah membeli 2 tiket, ia mengajakku membeli snack dan soft drink.
”Beli apa Sya?” tanyanya.
”Terserah kamu aja..”
Lagi-lagi cowok ini lupa kalo sedang memegang tanganku. Rasanya baru beberapa menit yang lalu aku complain, eh udah dibuat lagi..
Tapi kali ini aku males berargumen,,, kali ini aku membiarkannya. Anggap saja ini tangan rea atau sisil!!
Lama-lama kunikmati genggamannya. Mana mungkin tangan Rea atau Sisil sebesar genggaman tangannya, sehangat tangannya atau seperti sekarang ini, berubah menjadi nyaman..
Aku melihat wajahnya,, dari samping ia tampak begitu berbeda. Ia kelihatan begitu......
”Sya, mikirin apa?” tiba-tiba ia melihatku..
”Hm???gak...”aku kaget karena secara langsung ia melihatku saat memperhatikan ia.
Tidak lama film pun diputar..
Aku tidak menikmati film ini sama sekali. Bukan karena tidak enak, namun aku tidak mengerti.
Masalahnya ada dua. Pertama, ini film sekuel. Kedua, sejak film dimulai aku hanya memperhatikan wajahnya..
Ekspresi yang kutangkap persis sama seperti ekspresi Nino setiap nonton film action.
Hhhh, apa setiap laki-laki selalu bermimpi menjadi pahlawan di setiap kehidupan yang ia lakoni???
Atau setiap laki-laki selalu menyukai film action atau heroik gitu?
Ada gak sih, laki-laki yang suka film drama. Drama romantis gitu....
Sesaat aku kembali memperhatikan wajahnya, kalo diliat-liat sih dia gak jelek kok. Hanya saja, tingkahnya itu yang agak nyebelin.
Tapi, aku kembali berfikir nyebelinnya di mana ya??
Aku bertanya pada hatiku. Lalu aku merasa semua kesalahan hanya padaku..
Aku yang tidak sengaja melihat Nino dalam dirinya.
Nino, Nino, Nino... Mengapa sudah bertahun aku tidak bisa melupakanmu?
Tiba-tiba saja, ia menoleh padaku.
”Napa Sya, kamu gak suka film kayak gini?”
”Hhhm.. Apa?” duh,, aku jadi gak tau apa yang mau dikatakan.
Dia tau gak sih, dari tadi aku memperhatikannya?
Sebenarnya sih,, aku jadi salah tingkah. Sudahlah, aku berkutat saja pada snack dan soft drink di sampingku.
Aku meletakkan minumanku. Namun,,
”hhhh,,,” aku terkejut. Ia memegang tanganku. Aku tidak berani menatapnya. Saat ini aku hanya berusaha untuk mengalihkan perhatianku.
Ingin rasanya aku menarik tanganku, namun entah apa yang ada di dalam hatiku, seakan menyuruhku untuk menikmati keadaan yang ada.
Kuberanikan diri menatapnya. Ternyata ia juga menatap mataku.
Hhhhh, seperti baru melihat dalam jurang yang dalam, aku ikut tertarik ke dalam dan jatuh hingga ke dasar matanya.
Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Seketika aku menatapnya dan menutup mataku.
Aku tak tau apa yang sudah aku lakukan, namun waktu rasanya lambat berjalan..
Aku diam beberapa saat, dan kembali membuka mataku.
Aku melihat wajahnya masih dekat di wajahku. Kemudian,,
”Kamu kenapa? Ngantuk?” pertanyaannya seperti menampar pipiku. Dapat kurasakan pasti ada rona merah di wajahku.
Oh my God! Kenapa aku bertindak bodoh begitu.
Pasti karena keadaan saja..
Aku diam dan melihat ke bawah. Sepertinya aku tidak akan berani lagi untuk berkata.
Kurasakan tangannya meraih ujung daguku. Kemudian wajahnya kembali mendekat. Aku tak akan menutup mataku, kupikir.
Namun, kulihat ia menutup matanya saat bibirnya menyentuh bibirku.
Hatiku berdetak tak karuan. Aku tidak bisa mendorongnya, aku tidak bisa menolaknya.
Ini seperti mimpiku yang lalu. Saat di kantor aku tertidur. Tuhan, semoga ini juga hanya mimpi.
Kemudian ia membuka matanya, melihatku yang hanya diam.
Oh,, ini bukan mimpi. Aku tak tau harus berbuat apa.
Kupandangi wajahnya. Aku... Aku ingin berlari saking malunya.
Kulihat ia tersenyum, aku tidak berekspresi sama sekali. Saat ini, aku lebih mirip manekin yang terpajang.
”Kamu marah?” tanyanya.
Aku masih diam. Aku bahkan tidak tau apa yang kurasakan. Bahagiakah aku, atau marahkah aku?
Kenapa harus dia??
Kenapa pula aku diam saja, mungkin tadi aku pun membalas ciumannya.
Ooh, aku ingin ditelan bumi.
Ia masih menunggu jawabanku.
”Aku mau pulang” jawabku seketika, nada yang sama seperti anak kecil yang ingin lari ke pelukan ibu saat temannya mengganggunya.
Namun, aku tidak mungkin berlari ke mama dan menceritakan ini. Aku hanya ingin kembali ke kamarku mencerna apa yang barusan terjadi.
Ia menarik tanganku lembut, lalu kami berjalan ke parkiran.
Sepanjang jalan pulang, aku hanya diam. Namun, ia terus saja berbicara seakan tidak ada yang terjadi.
”Sya, gimana kalau kita makan dulu?” tawarnya.
”Aku tidak lapar..”
”Minum sebentar, ya.. ada yang ingin aku bicarakan..”
”Di sini saja, kan bisa....”
”tapi Sya, rumah kamu hampir dekat. Mampir bentar di situ ya..” ia menunjuk sebuah tempat minum.
Aku mengangguk.
Ia memesan mix sirsak apel dua. Namun aku buru-buru menggantinya dengan chocolate milkshake..
”jadi, udah berganti kesukaan nih?” tanyanya mengomentari chocolate milkshake milikku.
”aku kan juga suka chocolate milkshake!”
”Tapi, kan gak sesuka kamu dengan mix sirsak apel...”
”Udah deh,, kamu mau bicarain apa?” tanyaku tanpa basa-basi.
”Soal yang tadi..”
”Cuma soal mix sirsak apel sama chocolate milkshake doank!!!!” tanyaku marah.
”Bukan Sya, soal ciuman yang tadi..” katanya menggantung.
Oh Gosh, aku cuma bisa diem.. aku gak tau mau berkata apa lagi. Aku hanya diam. Kurasakan tangannya menggenggam jemariku.
”Kamu marah Sya?”
Aku melihatnya, mata kami beradu..
”Aku rasa itu terlalu cepat..” jawabku kemudian. Ups, kenapa kata-kata itu yang keluar? Seharusnya aku marah. Tapi kenapa pula aku harus marah. Toh, kalau aku tidak suka kenapa aku tidak menolaknya atau bahkan menamparnya. Kenapa aku seperti membiarkan itu terjadi? Aku kenapa???? Aku tidak jatuh cinta kan? Sya,,, sadar Sya... aku berusaha menyadarkan diriku sendiri..
”Aku suka sama kamu Sya, mungkin kamu sudah tau. Aku minta maaf kalau kamu tidak suka..” katanya kemudian menyadarkan aku kembali pada situasi yang sedang aku hadapi.
”terus mau kamu apa????” tanyaku.
”Aku mau kamu terima aku, terima aku apa adanya. Tidak membenciku lagi. Kita mulai dari awal Sya. Aku yakin kita bisa..”
”Maksud kamu apa??” aku semakin tidak mengerti.
”Aku mau kamu jadi pacar aku..”
Rasanya aku seperti bermimpi. Lagi-lagi aku berharap ini Cuma mimpi. Kucubit tanganku. Dan...
”Ini bukan mimpi Sya..” katanya bercanda. Aku benci dia bilang begitu. Seakan dia membaca pikiranku.
”Sya....”
Aku menoleh padanya. Kembali mata kami saling menatap. Ia meraih tanganku dan menggenggam erat jemariku.
”tidak usah dijawab Sya.. kita jalani saja apa adanya. Biar saja hubungan ini kamu anggap biasa. Namun, biarkan aku memberi perhatian padamu..” katanya lagi.
Apa-apaan ini? Dia kira aku boneka yang seenak dia bisa diperlakukan secara spesial. Digendong, dipeluk bahkan dibuang kalau dia bosan. Mana ada hubungan yang tidak berstatus seperti ini. Mana ada hubungan yang salah seorang tidak menyatakan iya dan yang lainnya sibuk memberi perhatian. Mana ada...
Tapi kali ini ada.. Di hadapanku..
Laki-laki yang kubenci..
Aku tidak pula menolaknya. Apa ini karma?
Apa ini jawaban dari doa?
Ya,, doa mama atau doaku untuk melupakan Nino.
Aku terjebak di dalam situasi yang tadinya ingin aku kendalikan. Namun, ternyata aku dikendalikan.
”Ayo kita pulang Sya,, ” ajaknya. Ia membukakan pintu mobil, aku masuk. Masih diam. Terus diam sampai di depan rumah.
”Tante, saya permisi ya..” salamnya pada mama.
Mama menjawab dan aku hanya melihat padanya. Tidak lama ia menatapku. Entah kenapa aku tersenyum. Ini sama,,, sama seperti saat Nino permisi pulang. Beberapa tahun yang lalu...
****






Chapter 6

”Pulang dulu ya Sya...” Nino pamit padaku setelah salim sama mama.
Aku tersenyum. Seperti melepas kepergian kekasih untuk berperang. Rasanya dagdigdug dan kengen sudah menyergapku. Padahal ia masih di sini. Di depanku. Baru akan menjalankan mobilnya.
Hari ini aku dan Nino bertengkar lagi,,
Masih soal yang sama, ia berulang kali membatalkan janjinya denganku. Aku tidak mengerti mengapa ia berubah sekali.
Namun akhirnya kami baikan sebelum ia pulang.
Berantem sama Nino gak enak. Soalnya Nino seperti penentu mood. Kalo berantem sama dia, mood aku hancur seharian. Kalo lagi baikan, mood aku bagus banget.
Akhirnya hari terus berlalu hingga Nino membatalkan janjinya untuk datang pada wisudaku.
Setelah berhari-hari menghabiskan waktu di kamar, akhirnya aku keluar kamar dan berjalan sendiri ke mall.
Aku memotong rambutku. Pendek sekali dan otomatis mengubah penampilanku. Padahal Nino tidak pernah mengizinkan aku memotong pendek rambutku.
Aku melakukan kegiatan 180 derajat kebalikan hal yang disukai Nino dan hal yang selalu kami lakukan. Aku tidak naik lift. Aku belanja baju-baju yang modelnya tidak disukai Nino. Aku makan di resto yang tidak pernah kami masuki. Aku pesan makanan dan minuman di luar makanan dan minuman yang biasa kami pesan.
Aku pulang malam.
Bahkan pagi!
Aku jalan dari mall ke rumah. Mencoba membuang memoriku tentang Nino dengan mencecerkannya di jalan. Aku seakan-akan melempar memoriku untuk ditabrak mobil yang lewat. Atau berharap memoriku diambil anjing jalanan dan dicabik-cabik hingga tak kukenali.
Namun, ternyata memoriku memiliki kaki untuk mengikutiku. Semakin aku buang mereka,, mereka membelah diri untuk membuat kelipatan yang banyak sekali. Bahkan aku mendapat kembali memori yang hampir terlupa dari Nino. Semua menjadi sangat jelas dan gak mungkin terlupa.
Aku berhenti di persimpangan dan sebuah mobil menepi. Rea dan Sisil turun dari sana. Mereka memelukku dan menangis.
”ada apa?” aku keheranan.
”kamu kenapa Sya? Kamu gak papa kan?”
”aku baik-baik aja kok? Malem-malem gini ngapain?”
”kamu yang ngapain di simpang sendirian..”
”eeeh,,, potongan rambut aku bagus kan?”
”SSSSssst, masuk mobil.. hari ini tidur di rumahku aja. Aku udah bilang ke tante..” Sisil menarikku.
Sisil sendirian di depan. Rea duduk di sampingku seakan-akan aku akan lari. Aku diam saja.
Mereka membiarkan aku diam dan tidur. Tidak bertanya sedikitpun.
Pagi hari mereka mengantarku pulang. Hanya berpesan ”Sya, kalo mo kemana-mana, hubungin kami aja. Jangan pergi sendiri. Kami selalu ada buat kamu Sya.. Ya...”
Aku cuma mengangguk. Sejak saat itu mereka tidak pernah lagi melihatku tertawa lepas. Namun tidak lagi khawatir sepanjang aku tidak melakukan hal aneh.
Nino! Kamu berhasil membuatku berubah. Bukan hanya aku. Juga hidupku!!!!






Chapter 7

Aku masuk ke kantor dengan perasaan deg-degan. Aku takut berjumpa dengannya hari ini. Aku harap aku tidak ketemu Adi. Aku takut semua orang tau. Berlebihan!
Namun aku benar-benar takut ini nyata.
Apa sih yang tlah aku lakukan dengannya kemarin malam?
Aku hampir tak percaya ternyata kini aku sudah luluh padanya. Pada laki-laki yang selalu mengingatkanku akan Nino. Namun ia pula yang membuat aku lupa akan Nino. Bagaimana bisa?
Aku pun tak tau jawabannya.
Aku berhasil masuk ruanganku tanpa berjumpa Adi. Aku masih berusaha menata hatiku agar tidak kegirangan seperti zaman SMP. Maklum saja, aku merasa sudah sangat dewasa untuk merasakan cinta monyet.
Mhhh, aku malah tidak konsentrasi mengerjakan tugasku. Aku hanya melototi layar komputerku. Sesaat aku mengalihkan perhatianku dengan membuka internet.
Sekedar ngecheck email atau facebook.
Duh apaan nih???
Tiga permintaan teman yang ternyata salah satunya dari Adi. Duuuh, gimana ini?
Confirm gak ya?
Ahhh, Cuma permintaan teman kok.
Akhirnya aku confirm dia jadi temenku. Gak lama Adi menulis di wall ku.
”thanx Sya...”
Aku tidak membalas. Lalu...
Apa??? Permintaan relationship?
Aku langsung log out. Takut temen kantor pada liat. Liat hubungan kami di dunia maya. Dunia maya yang pelakunya mereka kenal. Gak asik juga kan....
Aku berhasil mengerjakan tugasku. Kulihat jam sudah berada di 12.10 wib. Duh, makan siang. Aku males keluar ah... ntar ketemu lagi!
Tapi kok tumben dia belum ngajak makan siang bareng?
Loh? Kok aku malah nunggu?
Kayaknya aku harus segera turun dan melarikan diri sebelum ia menemukanku.
Aku membuka pintu ruanganku dan berjalan pelan. Apalagi saat melewati ruangannya.
Jantungku deg degan. Namun aku berhasil melewati ruangannya. Sepertinya ia sudah tidak ada di ru....
”Sya, kok ninggalin aku?”
Aduuuuh, kayaknya aku kenal suara itu.
Aku diam. Merasa seperti kucing ketahuan nyolong ikan. Takut ada konsekuensi dari perbuatanku.
”lain kali jangan tinggalin aku ya..”
Ia berseru lagi. Kali ini aku menjawab.
”memangnya kenapa kalo aku tinggalin kamu?”
”kamu tega?” ia bertanya balik.
”kamu bukan siapa-siapa aku kan?” aku pun bertanya terus tanpa menjawab.
”siapa tau nanti?” ia bertanya kembali.
Aku diam. Tidak tau harus menjawab atau kembali bertanya.
Mhhhh, ia mengikuti langkahku dari belakang.
”kenapa mengikutiku?”
Ia tidak menjawab. Ia malah berjalan di sampingku.
”bukan berarti kamu boleh jalan di sampingku..”
Ia tidak bergerak mundur atau maju, ia malah memegang jemariku.
Hhhhhh, aku tidak tau harus bagaimana lagi menghadapi orang ini.
Aku tidak ingin turun dengan lift. Takut tingkah konyolnya dilihat banyak orang. Aku turun lewat anak tangga.
Ia menarik tanganku. Mendekatkan wajahnya padaku. Aku semakin deg-degan. Tidak tau harus menolak atau diam saja menyetujui apa yang akan dia lakukan.
Aku tak tau kenapa aku menutup mataku. Aku rasa beberapa detik lagi ia akan mengulangi apa yang ia lakukan padaku kemarin.
Namun, aku menunggu. Beberapa detik yang lama.
Aku membuka mataku dan melihat ia hanya tersenyum.
”Kamu sendiri yang mau, berarti kamu tidak menolakku. Kamu juga suka aku Sya. Tidak usah ditolak perasaan ini.”
Oh gosh!!!! Aku malu sekali.
Aku pikir ia akan....
Aku membalikkan badanku dan menuruni tangga.
Ia kembali menarik tanganku. Memintaku untuk berjalan di sampingnya.
Aku menurutinya. Rasanya ragu itu lenyap. Aku bingung ia lari ke mana. Namun aku tak takut lagi. Bahkan tak takut apabila seisi dunia tau hubungan kami. Meskipun aku tidak bilang iya, aku juga tidak menolak. Semoga ia tidak bosan menunggu aku.
Rasanya makan siang kali ini berjalan lama dan manis. Aku merasa menemukan kembali Nino dan tidak lagi memerlukan jawaban mengapa ia meninggalkanku.
Aku seakan mendapat gantinya.
Entahlah, apa memang begitu atau tidak.
***

Tak terasa kami sudah melalui ini semua selama sebulan. Aku tidak melihat perubahan apapun padanya. ia tetap baik dan perhatian. Setiap malam, selalu mengucapkan best wish untuk tidur. Kami seperti anak SMP!
Padahal ini nyata bukan cinta monyet. Berkali-kali ia mengajakku ke rumahnya. Namun aku malu...
Malu bertemu keluarganya. Seperti sudah mau kawin saja!
Dan pagi ini kembali ia membangunkanku...
”pagi sayang...” sapanya.
”hm,,, pagi..”
”cepetan siap-siap yah.. bentar lagi aku jemput..”
”hm... cium..” kataku cepat sehingga terdengar hanya kata ’cum’.
”apa?”tanyanya.
”cium” aku mengulang lagi dengan cepat.
”mmmmmmuuachhh”
”klik” aku langsung mematikan ponsel. Aku malu.
Ia kembali menelpon. Pasti menanyakan kenapa aku matikan teleponnya.
Aku tidak mau menjawab. Aku masuk ke kamar mandi.
Mama menyiapkan sarapan dan memanggilku sarapan bersama.
Tidak berapa lama, dia sudah datang menjemput. Mama membukakan pintu dan mengajaknya makan bersama.
”tante, teh manis aja, saya sudah makan” katanya.
Mama menuangkan teh untuknya. Ia meminum.
”tante, nanti malam saya boleh mengajak Reisya ke rumah?”
Aku tersedak. Hidungku sakit sekali karena kuah sup hampir mengairi separuh hidung.
Mama hanya tertawa mendengar pertanyaannya.
”ya boleh aja Di. Emangnya kenapa kok pake nanya-nanya?” tanya papa.
”Sya gak mau Om..” ia menjawab seadanya. Aku melotot padanya.
”ya.. dibujuklah. Namanya juga perempuan..” papa melanjutkan.
Setelah melewati sarapan pagi itu, kami permisi berangkat ke kantor.
Anehnya, sekarang ini aku gak pernah merasa malu jalan dengannya. Bahkan seisi dunia tau pun mungkin bukan masalah bagiku.
”Sya, mau ya...”
”apanya?” tanyaku.
”nanti malam. Mama pengen ketemu kamu.”
”mmh, kalo besok-besok gimana?”
”dari dulu jawabnya gitu.. ayolah Sya, ya... mau ya...” ia membujuk terus.
”aku harus ngomong apa ke mama kamu?”
”duuuh, biasa aja Sya.. kenalan biasa... nanti malam aku jemput ya...”
Aku cuma mengangguk. Bingung harus pake baju apa. Pake baju kemeja takutnya formal banget. Kayak mau ngantor aja. Pake baju kaos ntar dikira gak sopan.
”napa Sayang?” tanya Adi.
”aku bingung pake baju apa...”
Ia malah tertawa.
”kok kamu ketawa sih? Aku beneran bingung nih..”
”Sya,, pake baju apa aja boleh... kamu gak akan pernah dinilai dari penampilan luar. Yang penting kamu tetap kamu Sya..”
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Dia selalu bisa membuat aku tenang.
Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Malam pun menjelang. Setelah dua jam memilih baju apa yang akan kukenakan, akhirnya aku memutuskan memakai jeans dengan terusan sampai ke paha. Tidak terkesan formal dan terlalu santai.
Tidak lama kemudian ia menjemputku. Setelah permisi pada mama papa kami pun berangkat.
”jalanin mobilnya lambat-lambat aja..”
”napa Yang?”
”aku takut..”
”takut apa?” ia menghentikan mobilnya.
”takut kalo nanti penilaian orang tua kamu jelek ke aku..”
”gak Sya.. o ya, malam ini kamu cantik banget..”
”kamu cuma mau nenangin aku kan?”
”kamu memang beda hari ini. Lagi pula aku harus nenangin kamu. Jangan diem aja, nanti kamu makin grogi...
Ia menjalankan mobilnya kembali. Sepanjang jalan ia bercerita dan membuatku tertawa. Ia paling bisa membuat aku tenang. Aku lupa rasa grogi itu. Akhirnya kami sampai di rumahnya.
”turun yang..” ia membukakan pintu mobil.
”ayo...”katanya lagi sembari menarik tanganku.
Aku mengikuti ia dari belakang. Namun ia kembali berjalan di sampingku. Tidak menuju ke ruang tamu. Namun kami berjalan menuju pintu samping ke arah ruang makan.
Ia membuka pintu...
”eeh,, ini dia yang ditunggu-tunggu” seorang lelaki paruh baya membuka percakapan. Mungkin itu papanya.
”sini langsung gabung aja...” mamanya ikut menimpali.
Aku duduk di samping adiknya. Perempuan itu baru berusia 18 tahun. Ia tersenyum manis seperti yang lainnya.
Aku merasa kikuk. Masih belum menemukan topik yang bisa mencairkan hatiku.
”jadi, kamu anak tunggal ya Sya?” tanya mamanya padaku.
”iya tante” aku menjawab singkat.
”sepi donk, gak ada kakak atau adik?” tanya adiknya, Dicha.
”lumayan. Kadang ngobrol sama mama aja di rumah”
”sering-sering maen kemari donk Sya..” papanya juga menimpali.
Aku tersenyum. Mengangguk.
”Adi dah banyak cerita tentang kamu..” papanya berseru.
”apa aja om?” aku balik bertanya.
”banyak. Sampe kami rasanya sudah kenal sama kamu. Padahal belum ketemu..”
”jadi, kapan nih kamu siap?” tanya mamanya.
Aku terbatuk. Siap apa nih?
”maksudnya, tante?” tanyaku balik setelah minum.
”yah... katanya hubungan kalian serius. Kapan nih siap mau ke jenjang selanjutnya?” jelas mamanya.
”kalo itu sih, tante tanyakan sama dia aja..” aku menjawab.
”kok aku?” dia baru bersuara. Sebelumnya ia tidak berkata apa pun. Aku seperti diinterogasi.
”kan kamu laki-lakinya..” aku memberi jawaban.
”kalo besok gimana?” ia bercanda..
Kami semua tertawa.
Selesai makan bersama kami ke ruang keluarga. Ia mendekatiku dan berbisik.
”Sya, kalo bulan depan kami sekeluarga datang ke rumah bagaimana?” tanyanya serius.
”terserah kamu..” aku menjawab.
”sekalian lamaran..”
”gak terlalu cepat?” tanyaku balik.
”nanti aku ceritakan sesuatu..”
Setelah ngobrol panjang lebar, akhirnya Adi permisi akan mengantarkan aku pulang.
Di mobil ia melanjutkan kata-katanya.
”Sya, rencanaku bulan depan ke rumah kamu. Trus bulan depannya kita menikah.”
”apa?”
”kenapa?”
”gak terlalu cepat?”
”aku kenal kamu lebih dari yang kamu tau Sya..”
”maksud kamu?”
”eeh.. mh.. maksudku .. aku.. rasanya aku kenal kamu udah lamaaaaa banget... gitu..” ia gugup.
”kamu yakin...”
”lagian Sya.. kamu pengen kan menikah di tanggal 9 bulan 9 tahun 2009..”
Aku terkejut.
”Nino! Kamu siapa?” aku menjerit.
”Sya.. kamu kenapa?”
”kamu siapa?”
”Sya... ”
Aku menangis.. seakan ia merahasiakan sesuatu dariku.
”kamu tau dari siapa? Nino? Siapa?” aku terus melihatnya. Berusaha menjauhkan tangannya ketika menyentuhku.
”aku tau dari Sisil ma Rea..”
Deg! Aku lemas. Aku terdiam.
”udah Sya.. kamu tenang ya..” ia menghapus air mataku. aku telah salah.
Aku melihatnya. Ia begitu tegang.
”maafin aku ya...” kataku kemudian.
”gak apa Sya...”
Ia kembali menjalankan mobilnya.
”Sya... kalo kamu keberatan di tanggal itu, aku bisa merubahnya kok...”
”gak usah.. aku senang kok..” kemudian aku teringat sesuatu.
”tapi,, Sisil juga menikah di tanggal itu...” kataku kemudian..
”jadi, kamu mau resepsinya patungan?” ia becanda..
”kamu...” aku memukulnya pelan.
Aku lupa lagi pada kejadian sebelumnya. Kamu Adi kan? Bukan Nino?


*****








Chapter 8

Aku pulang ke rumah disambut mama yang khawatir. Jelas ia khawatir karena aku tidak pulang sementara hari merambat pagi. Tapi Rea dan Sisil telah memberitahu kabarku. Mama tidak bertanya apa pun, aku masuk kamar. Membereskan diriku sendiri. Lama aku menatap ke cermin. Akhirnya waktu berlalu hampir 3 jam. Aku masih duduk. Masih menatap diriku di cermin. Namun yang terlihat jelas hanya wajah Nino.
Aku tidak memikirkan apa pun. Aku hanya berusaha meresapi hadirnya Nino.
’sampai kapan kamu akan mengikuti aku?’ tanyaku pada bayanganku di cermin. Aku berbicara pada diriku seolah berbicara pada Nino.
’kenapa kamu tinggalin aku?’
”salah aku apa?’
Hingga akhirnya aku lelah dan tertidur.
Esok harinya aku merubah semua desain kamar. Mulai dari warna sampai letak perabotan.
Mama tidak berkomentar. Hanya tersenyum melihatku sedikit berubah. Kini, yang ada di pikiranku adalah aku harus ke depan. Seandainya aku bisa melangkah dan berlari, aku tidak akan lagi melihat Nino di belakangku.
Hari berlanjut semakin menyibukkan aku. Rea dan Sisil pun berusaha menyibukkan aku dengan pergi ke Job Fair dan melamar kerjaan ke sana-sini.
Mungkin ada sekitar sepuluh lamaran yang kami tuju. Namun 2 minggu kemudian ada satu perusahaan yang memanggilku interview.
Lama aku berfikir. Kira-kira aku memang pernah melamar ke sana tidak ya?
Rasanya tidak pernah. Namun kucoba dulu. Dan akhirnya aku bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi.
Yaaah... sampai akhirnya aku bertemu makhluk yang paling menyebalkan!
******







Chapter 9

Adi mengantarku pulang. Ia permisi pada Mama dan Papa. Mereka sempat mengobrol. Mungkin ia akan menyampaikan pesan Mamanya pada orang tuaku.
Sepulangnya ia, mama menggodaku.
”mh... kayaknya gak lama lagi rumah kita kedatangan banyak tamu......” mama berujar.
”apa sih Ma?” tanyaku jutek.
”kayaknya sih, sebulan lagi ya Ma,,” papa ikut-ikutan.
”eeerggghhh” aku pun masuk ke kamar.
Aku menelpon Sisil.
”Sil.... kalo kita....”
”kalo apa?” tanyanya.
”ini, seandainya aja loh ya...”
”apaan tuh?”
”tapi, Cuma seandainya. Belum pasti...”
”iya,,, apaan?” ia mulai gregetan.
”seandainya kita menikah di tanggal yang sama gimana?”
Sesaat tidak ada suara...
”Sil, Sisil?”
”iya, aku dengar...”
”kamu marah?”
”aku surprise tau.... aku gak nyangka...”
”jadi?”
”gak masalah donk Sya... lagian aku nikah di tanggal itu tapi resepsinya minggu depannya...”
”ooooh.. jadi, kita gak bentrok kan..”
”tetap kamu dulu yang menikah Sya...” sisil tertawa.
”eh, ntar aku kasih tau Rea...” katanya kemudian.
”eeeh, jangan dulu... ini kan baru rencana...”
”ya gak papa. Niar nanti kita doain bareng-bareng. Biar terwujud. Ok!”
***

Gak terasa sebulan berakhir juga...
Malam ini, keluarganya akan datang ke rumahku. Rumahku juga telah dipenuhi ramainya famili yang datang. Sampai-sampai tante yang tinggal di luar provinsi pun datang. Terdengar percakapan mama dan Tante ila ketika aku melintas di depan kamar mama.
”akhirnya jadi juga mbak, Sya nikah sama pacarnya itu. Gak nyangka hubungannya awet sekali. Dari SMA kan ya mbak?” tanya tante ila.
”bukan.. ini pacarnya yang di kantor. Yang itu udah lama gak pacaran lagi..” mama mencoba menjelaskan.
”loh... kenapa to mbak.. kayaknya dulu tuh,,, pacarannya serius yah...”
”itulah jodoh... gak ada yang pernah tau...”
Aku tertegun...
Mama benar. Gak ada yang pernah tau. Jadi, wajar saja aku tidak menikah dengan Nino ataupun nanti bisa pula aku tidak jadi menikah dengan Adi. Sewaktu-waktu apa saja bisa terjadi.
Waktu sudah beranjak malam. Akhirnya ia dan keluarganya datang ke rumahku.
Aku di kamar. Menunggu untuk dipanggil oleh mama.
Akhirnya acara dimulai. Kedua keluarga besar pun berunding mengenai banyak hal. Dari masalah keuangan sampai tanggal yang kami ajukan.
Setelah melalui beberapa waktu, acara pun selesai. Tidak diragukan lagi. Kira-kira waktu yang kami miliki hanya 40 hari lagi.
Kami akan sibuk sekali.
”Sya, kamu kenapa sayang?” ia melihatku melamun.
”gak papa.. mh...kita besok ke mana?”
”maksudnya?”
”yaaah,, kan persiapan pernikahan ini, sedikit-sedikit kita kerjakan...”
Ia melihatku heran.
”kenapa? Kok ngeliatya gitu?”
”gak... Cuma heran aja..”
”emang kenapa?”
”kamu keliatan gak semangat. Tapi ternyata dalam hati sudah gak sabar..” ia mengejekku. Berkata dengan nada nakal.
Aku melototinya dan memukulnya.
”kamu!!!”

Sepulang kantor, aku dan dia pergi ke percetakan. Lalu mulai mencari informasi seputar gedung resepsi pernikahan.
Minggu ini kami benar-benar sibuk. Namun, itu membuat kami selalu berdua dan aku senang sekali. Karena ia selalu membuatku tersenyum dan tertawa. Mudah-mudahan dia tidak akan pernah berubah.
Rencananya minggu depan aku akan membereskan kamarku. Aku harus menyingkirkan segala benda yang masih terlihat childish untuk wanita yang akan berkeluarga. Seperti boneka ducky yang sudah menemani aku dari aku kecil. Tempat tidur dan lemari juga akan diganti.
Mh.. tak terasa hari berlalu begitu cepat.
Aku tengah memeriksa daftar persiapan pernikahan kami.
Gedung, konsumsi, dan lainnya. Undangan juga sudah disebar. O ya, hari ini saja aku membereskan kamar. Soalnya besok lemari dan tempat tidur akan diganti. Aku beranjak ke kamar. Aku memasukkan semua boneka dalam kotak besar. Kotak berikutnya akan berisi file lama yang tidak penting termasuk majalah. Aku mengeluarkan semua majalah dan kertas tidak terpakai dari laci bawah.
Sebuah kertas melayang dari dalam sebuah majalah.
Aku tertegun.
Jantungku berdetak kencang. Tanganku pun basah karena keringat dengan cepat sudah membasahi tubuhku.
Kertas itu!
Bertuliskan nomor Di..
Di sepupu Nino!
Aku ragu. Aku merasa tidak perlu lagi jawaban Di. Aku merasa Nino sudah tergantikan. Aku tidak ingin merusak rencana pernikahanku.
Akhirnya, aku meremas kertas itu dan memasukkannya ke dalam kotak.
Namun, aku ragu kembali.
Perlahan aku memungutnya. Membuka kembali kertas itu. Jantungku mau copot. Perlahan aku menekan tombol handphoneku untuk menelpon Di.
Satu persatu. Pikiranku kacau. Tanganku gemetar. Aku tidak tahu apa yang tengah aku lakukan. Hingga sebuah nama tertera di layar handphoneku.
Astaga!
Ternyata..
Aku mematikan panggilan itu. Namun sempat terdengar satu kali nada tersambung.
Aku menjerit! Sekuat-kuatnya. Aku merasa ditipu!
Di!!!
Kamu begitu dekat di hidupku. Namun aku baru menemukanmu sekarang!
Bahkan sebentar lagi kita akan hidup bersama. Adi! Kamu tega!
Ia menelponku balik. Aku mengangkatnya.
”kamu tega ya! Kamu senang mempermainkan aku?” ucapku sambil menangis.
”Sya.. Kamu kenapa sayang?”
”kenapa kamu gak pernah jelasin ke aku? Kamu Di kan? Sepupu Nino! Kamu mau apa lagi?”
”mh.. Sya.. aku rencananya.. siang ini akan cerita ke kamu!”
”kamu gak usah bohongin aku lagi!”
”bener Sya.. nanti siang aku jemput ya..”
”gak usah! Aku gak butuh lagi jawaban kamu. Aku gak mau ketemu kamu lagi!”
”Sya.. Please dengerin aku dulu.. ”
Aku mematikan handphone.
Menangis membasahi bantalku. Kali ini aku tidak tau harus apa lagi.
Aku juga tidak tau bagaimana rencana pernikahan kami. Buyar. Aku tidak sadar lagi..
****

Dia memegang tanganku. Mama, papa Sisil dan Rea juga ada di kamarku.
”Sya, kamu udah baikan?” mama bertanya dengan nada khawatir.
Aku mengangguk. Aku berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya.
”Sya, Adi gak salah...” Sisil mencoba meyakinkanku.
Aku tetap berusaha melepaskan tanganku.
”Sya, sebenarnya kami sudah tau dari dulu. Bahkan kami lebih dulu berusaha mencari Di.. ternyata..” Rea menambahkan.
”terus, kalian juga berusaha menutupi?” kataku.
Sisil, Rea, Mama dan Papa meninggalkan aku dan dia berdua.
Mungkin agar dia bisa leluasa berbicara.
Namun dia diam saja. Aku pun tak bersuara. Kini aku tidak berusaha melepaskan tanganku lagi. Dan ia memegangku semakin erat.
”apa yang mau kamu tau tentang Nino Sya?” tanyanya perlahan.
Aku diam saja.
”kamu mau tau kenapa dia ninggalin kamu?” tanyanya lagi.
Aku tak mengeluarkan suara sedikit pun.
”Sya.. Nino pun sebenarnya gak mau kehilangan kamu.. dia juga gak mau ninggalin kamu..”
”trus kenapa dia pergi?” kataku sinis dengan air mata yang mendesak ingin keluar.
”dia gak mau buat kamu sedih!”
”kamu pikir apa yang dia buat sekarang gak buat aku sedih? Kamu gak tau rasanya! Kenapa kamu terus bela dia? Kamu gak tau perasaan aku. Kamu gak tau apa yang aku rasain!” aku berkata terus dengan air mata yang sudah membasahi seluruh pipiku.
”kamu gak tau yang sebenarnya Sya..”
”makanya jelasin ke aku!” aku sedikit teriak.
”dia.. dia..” ia berkata terbata.
”dia kemana? Sekarang dia di mana?”
”dia gak ada lagi di sini Sya..”
”jadi kemana?”
”dia udah pergi..”
”kemana?”
”gak kembali Sya..”
”kenapa gak kembali. Dia kemana?”
”dia pergi selamanya Sya. Dia udah gak ada lagi..”
Aku tertegun. Aku tidak percaya yang diucapkannya. Nino?
Aku menangis. Sekarang suara tangisanku bisa didengar sampai ruang tamu.
”Sya.. Nino sering batalin janjinya dulu karena dia sering check up ke dokter..”
”dia sakit apa?”
”dia kena kanker Sya.. berkali-kali aku suruh kemoterapi tapi dia gak mau. Dia bilang udah terlambat.”
”kenapa dia gak pernah cerita?”
”karena dia gak mau buat kamu sedih..”
”kenapa kamu baru muncul sekarang?” tiba-tiba aku menanyakan kehadirannya di sisiku.
”sebenarnya Nino menyuruh aku berjanji untuk tidak memberitahu kamu sampai kita menikah..”
”maksud kamu? nino udah ngerencanain ini semua? Jadi, kamu gak pernah menginginkan ini semua?”
”dengar dulu Sya.. aku kenal kamu secara keseluruhan sudah lama sekali. Nino selalu cerita tentang kamu ke aku. Dari situ aku sudah jatuh cinta ke kamu.. saat aku ketemu kamu di kantor, aku heran. Aku gak menemukan Sya yang selalu dia ceritakan. Kamu berbeda.. kamu gak ceria. Kamu gak bersahabat. Tapi, setelah kita sudah bersama.. akhirnya kamu kembali lagi menjadi diri kamu seperti yang selalu Nino ceritakan.. aku tulus mencintai kamu Sya.. kamu sendiri?”
Aku terdiam.
”Aku gak pernah merasa tersaingi dengan Nino. aku juga tidak cemburu kalo kamu lebih sayang Nino dari aku..”
Aku buru-buru menutup bibirnya dengan jariku..
”kamu dan Nino gak ada bedanya.. tapi kamu harus janji..”
”janji apa Sya...” tanyanya cepat.
”kamu jangan pernah tinggalin aku..”
Dia memelukku. Erat sekali seakan aku akan hilang.
”o ya Sya..” tiba-tiba ia melepas pelukannya.
”seingat kamu.. kapan kita first kiss?”
”hah? Kok tiba-tiba kamu tanya itu?” tanyaku heran.
”aku Cuma ingin jujur. Seingat kamu kapan?”
”waktu kita nonton..”
”maaf ya sayang... aku pernah cium kamu saat kamu tertidur di kantor dulu..”
”apa?????” aku memukulinya dengan bantal.
Oh my Gosh, berarti saat itu aku tidak bermimpi.
”trus, kamu masih simpan cincin yang dulu aku kasih?”
”hm...”
”Sya, sebenernya itu cincin dari Nino..”
”ya ampun, pantesan aja kayak pernah liat.”
”iya,, dulu kamu pulangin cincin itu ke Bian..”
”kamu kenal Bian juga?”
”kami kan sepupu Sya..”
”kok gak ada nama Bian di hp kamu?”
”panggilan rumah dia Bibi...”
Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya.
”jadi? Will u marry me?” katanya kemudian.
Aku hanya mengangguk.
Sekarang,, aku benar-benar melihat Nino di dirinya. Aku tak sabar ingin kami hidup bersama. Aku pun telah menemukan jawaban yang kucari selama ini. Ternyata, tanpa jawaban itu aku tidak pernah kehilangan Nino..
blogger parenting
blogger parenting Emak anak 5. belajar terus jadi istri dan emak yang baik..

Posting Komentar untuk "De Javu (Novel)"